REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Partai Demokrat hari ini menyatakan sikap mendukung mekanisme pemilihan kepala daerah langsung.Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan secara formal sikap partai baru bisa dipastikan saat pertemuan tanggal 22 September mendatang.
"Tapi kalau partai membuat pengumuman sebelum itu ya mungkin saja," kata Djohermansyah di kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (18/9).
Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat merupakan satu dari enam fraksi pendukung pilkada di DPRD. Dalam berbagai kesempatan, anggota Panja RUU Pilkada dari Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu mengemukakan pilkada langsung lebih banyak mudharat ketimbang manfaat.
Namun, hari ini Demokrat secara resmi menyampaikan perubahan sikapnya. Setelah sebelumnya awal pekan ini, ketua umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan dukungan terhadap pilkada langsung melalui video yang diunggah di youtube.
Meski mendukung pilkada langsung, Partai Demokrat memberikan sepuluh syarat. Djohermansyah mengatakan, sepuluh syarat yang diajukan Demokrat sudah tercantum dalam draf rancangan undang-undang pilkada.
Pertama, terkait uji publik kepada calon kepala daerah. Menurut dia, memang akan dilakukan uji publik sebelum partai menetapkan calon. Kedua, soal efisiensi biaya dan pengaturan serta pembatasan kampanye. Untuk itu, akan dilakukan pilkada serentak dan dihilangkannya kampanye terbuka umum.
Ini ditujukan untuk mengurangi ongkos pilkada yang dikeluarkan negara dan kampanye. Pemasangan atribut kampanye juga dibatasi, dan dipasang langsung oleh petugas KPU. Lalu, menyangkut syarat akuntabilitas penggunaan dana kampanye. Menurut Djohermansyah, akan ada laporan dana kampanye dan audit rekening. Syarat selanjutnya, terkait larangan pemberian mahar politik.
"Dalam draft sudah diatur, apabila terbukti ada pemberian mahar politik sebelum kampanye, partai politik akan dikenakan denda sepuluh kali lipat dari jumlah mahar tersebut dan pada periode selanjutnya dilarang mengusung calon. Kandidatnya juga akan didiskualifikasi," jelas Djohermansyah.
Syarat menyangkut larangan kampanye hitam, lanjut dia, juga sudah diatur. Pelibatan aparat birokrasi dan pecopotan aparat birokrasi pascapilkada, sudah diatur berikut sanksinya. "Bisa dihukum pidana, ini sudah ada Undang-Undangnya," ujar dia.