REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pupuk merupakan salah satu aspek penting dalam sektor pertanian. Tingginya pertumbuhan penduduk membuat tuntutan akan peningkatkan produksi pangan terus meningkat. Kementerian Pertanian mengeluhkan kesenjangan yang terjadi antara subsidi energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik dengan subsidi non-energi seperti pangan dan pupuk.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, subsidi pupuk sebenarnya bakal membantu para petani. "Subsidi pupuk nantinya untuk orang dan lahan," ujar dia pada diskusi mengenai Reformasi Kebijakan yang diselenggarakan di IPB International Convention Centre (IICC), Botani Square, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/9).
Tahun ini, pemerintah menganggarkan subsidi pupuk Rp 21,05 triliun. Dengan rincian, Rp 18,05 triliun untuk subsidi pada 2014 dan Rp 3 triliun untuk membayar kekurangan subsidi 2012. Kendati demikian, jumlah tersebut sangat minim dibandingkan subsidi yang dilakukan negara maju. Akibatnya, Indonesia kesulitan mengekspor hasil pertanian ke negara-negara maju. Karena itu, Gatot berharap pemerintah meningkatkan subsidi pupuk bagi petani.
Terkait pemberian pupuk, Gatot menyatakan, sasaran utama merupakan para petani yang memiliki luas lahan di bawah dua hektare. Menurut dia, hal ini dilakukan guna mengantisipasi kecurangan dimana ada orangnya namun tak ada lahannya, begitu pun sebaliknya.
Diskusi yang dilakukan Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian (KSKP) Institut Pertanian Bogor (IPB) ini juga menghadirkan Direktur Program Magister Bisnis (MB-IPB), Serikat Petani Indonesia, Asosiasi Petani Nusantara, serta Kontak Tani Nelayan Andalan.
Arief Daryanto menyatakan, subsidi pupuk memang bakal membantu petani. Namun, subsidi pupuk akan berhasil kalau pemerintah juga memastikan irigasi, sarana, dan prasarana pertanian berfungsi dengan baik. Dia juga menyatakan, aksebilitas, fasilitas penyalur, dan jaringan pelayanan yang baik akan membuat subsidi pupuk lebih maksimal.
Dia juga mendorong adanya pengawasan dalam hal subsidi pupuk. "Sebab, dasar hukum dan regulasi sudah baik tinggal bagaimana implrmentasinya di lapangan," kata dia.
Selain itu, Arief mengatakan, ketentuan penerima subsidi pupuk dengan maksimal luas lahan maksimal dua hektare sulit dilaksanakan karena bukan hanya petani kecil yang membutuhkan pupuk. Dia juga berharap adanya sistem informasi teknologi yang memadai agar mudah mendata para petani. "Saat ini data para petani kurang akurat," ujar dia.