REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan keberadaan kementeriannya masih sangat penting dalam konteks Indonesia, apalagi dikaitkan dengan keberagamaan masyarakat di Tanah Air.
"Menurut saya, Kementerian Agama sangat penting karena itu kekhasan Indonesia," kata Menag saat dimintai pendapatnya terkait dengan beredarnya pemberitaan tentang tidak adanya Kemenag dalam struktur kabinet yang akan datang dan diganti dengan Kementerian Haji, Zakat, dan Wakaf.
Menag sendiri mengaku belum mengetahui adanya isu tersebut. "Saya belum tahu isu Kementerian Haji, Zakat, dan Wakaf itu," katanya di hadapan para pengurus Persatuan Wartawan Indonesia di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa.
Hadir dalam kesempatan itu Mardiono (Ketum PWI), Sofyan Lubis (Ketum PWI 1993--1998), Tarman Azam (Ketua Dewan Penasihat PWI dan Ketum PWI 1998--2008), Ilham Bintang (Ketua Dewan Kehormatan), Sabam (senior PWI), Sekjen Dewan Pers, Wakil Sekjen, serta para Ketua Bidang dan para Dewan Penasihat PWI.
Kementerian tersebut tidak hanya haji yang merupakan tugas nasional. Lebih dari itu, Kemenag juga berperan dalam pengembangan pendidikan keagamaan melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, maupun Buddha.
"Bimas-bimas itulah yang bertugas melakukan pembinaan terhadap proses edukasi kepada warga bangsa sesuai dengan agamanya tentang bagaimana peran keberadaan agama, baik melalui pendidikan formal maupun informal," jelas Menag.
Di tempat terpisah, kepada pers Menag Lukman Hakim menjelaskan seputar lembaga pendidikan Islam yang sangat khusus, yaitu pondok pesantren.
Ia mengingatkan perlu kehati-hatian dalam menggunakan istilah pesantren. Pasalnya, pesantren sesungguhnya tidak mungkin mengajarkan ajaran yang bertolak belakang dengan pokok ajaran Islam.
"Pesantren pasti menyebarkan Islam rahmatan lil `alamin. Jika ada lembaga yang mengajarkan kekerasan, saya yakin itu bukan pesantren," tegas Menag.
Menag sangat yakin bahwa pesantren tidak mungkin mengajarkan hal-hal yang bertolak belakang dengan esensi ajaran Islam.
Menyinggung soal isu pemberian izin atau sertifikasi penceramah, Menag mengatakan bahwa hal tersebut selama ini belum ada. Setiap orang bisa saja menyampaikan pikirannya di hadapan jemaah selama mau mendengarkan.
Namun, Menag berharap sekarang ini pengurus masjid untuk tidak lagi memberikan keleluasaan tanpa batas kepada orang-orang yang "asing" untuk memberikan ceramah di masjid atau lingkungannya masing-masing.
Adapun yang dimaksud dengan orang asing itu tidak selalu orang luar Indonesia, tetapi warga dari luar kampung yang tidak dikenali oleh warga kampung itu sendiri dan tiba-tiba berceramah dengan isi ceramah yang bertolak belakang dengan pemahaman mayoritas masyarakat.