REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP, JAWA TENGAH -- Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, mengatakan, hampir 40 persen hutan mangrove di berbagai wilayah Indonesia rusak.
"Kerusakan hutan mangrove terparah terjadi di wilayah yang penduduknya padat," katanya, di Cilacap, Jawa Tengah, Senin.
Dia mengatakan hal itu kepada wartawan usai meresmikan Pusat Konservasi Mangrove dan Studi Plasma Nutfah Indonesia di Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap.
Pusat Konservasi Mangrove dan Studi Plasma Nutfah Indonesia itu dikelola Pertamina Refinery Unit IV Cilacap bersama Kelompok Patra Krida Wana Lestari, Desa Ujungalang, serta didukung Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dan Institut Pertanian Bogor.
Sejumlah pejabat PT Pertamina (Persero) hadir pada peresmian itu, di antaranya Direktur Umum PT Pertamina (Persero) Luhur Jatmiko, dan Wakil Bupati Cilacap, Ahmad Susanto.
Lebih lanjut, Kambuaya menyatakan, kerusakan lingkungan tergantung pada jumlah penduduk. "Apalagi yang masih menggantungkan hidupnya di lingkungan, itu pasti ancaman terhadap lingkungannya sendiri," katanya.
Menurut dia, hutan mangrove alias bakau sangat penting untuk menyelamatkan pesisir pantai.
Oleh karena itu, kata dia, tema peringatan Hari Lingkungan Hidup 2014 diarahkan kepada penyelamatan pesisir pantai termasuk mangrove.
"Kita tahu, Indonesia negara kepulauan dan hampir 40-50 persen penduduk kita tinggal di pantai, hidupnya dari laut sebagai nelayan dan sebagainya. Oleh karena itu, penyelamatan mangrove begitu penting bagi kita," katanya.
Dia mencontohkan ekosistem di kawasan hutan mangrove Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, yang memiliki berbagai spesies burung dan ikan yang harus terus dijaga.
Pusat Konservasi Mangrove dan Studi Plasma Nutfah Indonesia yang baru diresmikan, jug-a dapat disebut sebagai laboratorium.
"Manfaatnya ada dua. Selain bermanfaat untuk pelestarian lingkungan, ekosistem, dan sebagainya, juga ada manfaat ekonominya karena kalau bagus, bisa menjadi daerah ekowisata," katanya.