Republika.co.id, Jakarta -- Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng menilai pemerintah tidak serius menangani dana desa. Ketidakseriusan ini salah satunya terlihat dari alokasi dana yang begitu kecil.
Sesuai pasal 72 UU Desa terkait sumber dana, dana desa ditetapkan 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBN dikurangi dengan dan alokasi khusus. Dengan pershitungan ini, seharusnya tersedia sekitar Rp 64 triliun untuk dialokasikan dalam dana desa.
"Kalau memang fiskal kita terbatas, kurangi saja jadi 5 persen, jadi sekitar Rp 32 triliun. Kalau hanya Rp 9,1 triliun, itu tidak akan bermanfaat bagi desa. Seratusan juta tidak akan berdampak apa-apa," katanya kepada Republika, Selasa (16/9).
Seharusnya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan mampu merealokasikan dana-dana yang selama ini tersebar di beberap sektor. Jika hal ini dilakukan, maka dana yang terkumpul bisa mencapai sekitar Rp 21 triliun.
Terkait investasi yang tidak bisa langsung dilakukan daerah, ia menilai otoritas dari gubernur harus diperkuat. Pemeirintah pusat seharusnya bisa lebih mempercayai daerah untuk membuat keputusan investasi untuk penanaman modal.
"Jadi harus ada sinkronisasi. Kalau pusat sudah setuju dan ada perencanaan dokumen nasional, biarkan daerah yang memutuskan," kata dia.