Senin 15 Sep 2014 16:33 WIB

MUI: UU Pernikahan Cocok dengan Kondisi Indonesia

Rep: c60/ Red: Agung Sasongko
 Pasangan Mardiansyah Ari (24th) dan Restianingsih (19th) melakukan akad nikah di Kantor Urusan Agama Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Pasangan Mardiansyah Ari (24th) dan Restianingsih (19th) melakukan akad nikah di Kantor Urusan Agama Kebon Jeruk, Jakarta Barat

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA –- Sejarah Undang-Undang (UU) Perkawinan yang berlaku merupakan buah dari perjuangan pemuda terutama pemuda Muslim di Indonesia. “UU Perkawinan ini hasil dari ijtihad ulama, termasuk ulama Nahdlotul Ulama dibawah pimpinan Kiai Masykur,” ujar Slamet Effendy Yusuf, Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indoensia (MUI) di Jakarta, Senin (15/9).

Menurut Kiai Slamet, pada akhir tahun 1973, terjadi demontrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dalam rangka menolak UU perkawinan yang merupakan duplikasi buatan pemerintah Hindia Belanda. Saking besarnya gelombang demontrasi kala itu, kata dia, Pak Harto yang terkenal sangat keras kepada demonstrasi waktu itu tidak berani mengambil tindakan terhadap demontran yang menduduki gedung DPR waktu itu.

Akhirnya, Presiden Soeharto meminta para kiai untuk merumuskan UU Perkawinan. Soeharto memanggil para kiai setelah terjadi untuk mencipatakan rumusan UU Perkawinan. “Saya ingat betul, UU No 01/1974 Perkawinan itu merupakan hasil musyawarah di garasi mobil rumah kiai masykur,” kenang Kiai Slamet.

Dia menambahkan, Gedung DPR/MPR, dalam sejarah bangsa Indonesia, baru dua kali diduduki oleh mahasiswa. “Pertama akibat UU Perkawinan 1974 dan Kedua ketika pelengseran Presiden Soeharto pada 1998,” ujar dia.

Dia menyatakan, UU Pernikahan sudah cocok dengan kondisi Indonesia. Dia khawatir perubahan peraturas seperti diusulkan dalam Judicial Review para alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia dapat memicu gejolak di masyarakat Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement