REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Perdangan pakaian bekas (penduduk lokal menyebutnya RB) di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, sulit dihentikan karena perdangan tersebut sudah dilakukan sejak leluhur dan menjadi salah satu sumber kehidupan sebagian masyarakat.
"Sejak dari leluhur, sebagian besar masyarakat Wakatobi yang tinggal di Pulau Wangiwangi sudah menggantungkan hidup dari berjualan 'RB'," kata Bupati Wakatobi, Hugua, di Wangiwangi, Senin.
Menurut dia, di masa lampau para pedagang 'RB' di Wakatobi mengambil langsung pakaian bekas itu dari Singapura. Sekarang ini sudah ada pedagang 'RB' yang mengambil barang di Pasar Tanah Abang Jakarta.
"Masyarakat Wakatobi sendiri sudah kerap kali meminta kepada pemerintah agar perdagangan barang bekas ini dilegalkan. Namun kami pemerintah Kabupaten Wakatobi tidak paham bagaimana bisa melegalkan barang ilegal," katanya.
Sementara itu, salah seorang aktivis LSM di Wakatobi mengatakan omzet perdagangan pakaian bekas di Wakatobi bisa mencapai Rp4 miliar tiap bulan.
Dari omset perdagangan 'RB' yang mencapai miliaran rupiah per bulan tersebut, Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan negara tidak memperoleh apa-apa karena barang impor tersebut masuk di Wakatobi secara ilegal.
"Kalau pemerintah melegalkan perdagangan barang bekas di Wakatobi, negara dan masyarakat tidak akan dirugikan karena bisa menarik retribusi dan pajak barang impor," katanya.