REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengakui telah menjelaskan persoalan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak Jumat (12/9). Hasilnya, pemerintah menyiapkan dua pilihan untuk penyelesaian RUU tersebut. Meski begitu, ditekannya, tawaran itu bukanlah harga mati.
"Tawaran pemerintah itu tidak harga mati. Kita hargai DPR yang sekarang sedang berdiskusi. Kan sudah hampir tiga tahun dibahas," katanya, Senin (15/9).
Ia menjelaskan dua opsi yang ditawarkan pemerintah sudah disiapkan formulanya. Artinya, DPR tinggal memilih yang dianggap paling tepat untuk diterapkan.
"Sudah disiapkan dua opsi. Kalau opsi A dipilih, saya juga sudah persiapkan berbagai formulanya untuk perbaikan. Begitu juga kalau opsi B. Jadi sekarang kita mencermati seperti apa gejolaknya," katanya, Senin (15/9).
Ia menjelaskan formula untuk pilihan pertama yakni jika pilkada digelar secara langsung adalah diperlukan berbagai perbaikan. Ia menegaskan demokrasi yang sudah berjalan hampir 10 tahun harus dievaluasi pelaksanaannya.
Di satu sisi, demokrasi berjalan bagus karena rakyat bisa tentukan pemimpinnya sendiri. Tapi tidak boleh pula menutup mata bahwa ada sejumlah catatan dan kelemahan yang harus diperbaiki.
"Ada soal money politik, ada soal biayanya mahal, ada soal birokrat yang.. macam-macam lah. Ada beberapa kelemahan. Kalau ini jadi pilihan, kita minta yang ni dibenahi. Jadi pemerintah bisa. Kalau tetap pemilihan langsung," katanya.
Sedangkan jika DPR memilih pilkada dilakukan secara tidak langsung atau melewati DPRD, perbaikan juga harus dilakukan. Ia mengingatkan pemilihan lewat DPRD nanti jangan disamakan dengan pemilihan terdahulu.
"Ini tidak seperti pemilihan yang lama. Kita juga mencatat sejumlah permasalahan di situ misalnya penyandraan oleh DPRD, anggota DPRD ada take and give-nya. Jadi ini juga harus kita cegah," katanya.