REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menilai pilkada lewat DPRD sesuai dengan amanat sila keempat Pancasila.
Menurut Fadli, sila keempat Pancasila yang berbunyi, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan" itu menunjukkan bahwa Indonesia menganut demokrasi perwakilan.
"Mereka yang mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar tahu bahwa itu demokrasi perwakilan. Kalau mau ubah itu, ubah dulu Pancasila," kata Fadli di Jakarta, Sabtu (13/9).
Fadli menambahkan, para pendiri bangsa Indonesia seperti Sukarno dan Hatta mewariskan budaya gotong royong dan musyawarah.
"Kita harus kembalikan ini. Meski pun saya tidak menyalahkan pilkada langsung karena itu bagian dari sejarah. Tetapi pilkada langsung itu lebih banyak jeleknya. Ada kasus 327 kepala daerah terlibat korupsi dan demokrasi kita semakin mahal," jelas Fadli.
Sejak 10 tahun pilkada langsung diterapkan, kata dia, banyak menyebabkan kasus korupsi yang menjerat kepala daerah.
Karenanya, dia menilai, perlu ada evaluasi atas perjalanan demokrasi di Indonesia. Apakah sudah menyejahterahkan rakyat atau belum.
Karena menurut Fadli, demokrasi bukan tujuan. Melainkan hanya cara untuk menjadikan rakyat bahagia dan damai.
"Rakyat kita ini masih ingin korupsi merajalela atau tidak? Oleh karena itu, harus ada evaluasi sistem. Kami dari Koalisi Merah Putih ingin evaluasi itu. Ada jaminan tidak ada korupsi? Memang tidak ada jaminan, tetapi jauh lebih kecil dan biaya jauh lebih murah," tutur Fadli.
Dengan digelarnya pilkada lewat DPRD, menurut dia, bisa menghemat anggaran negara.
"Penghematan jelas, minimal satu pilkada itu paling murah Rp 15 miliar sampai Rp 20 miliar. Kalau pilkada lewat DPRD, paling keluar konsumsi untuk beli bakwan dan tahu, tinggal rapat saja," kata Fadli.