Sabtu 13 Sep 2014 16:56 WIB

Soal Kabinet, Tim Transisi Jokowi-JK tak Sensitif

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Mansyur Faqih
  Presiden terpilih Joko Widodo menjawab pertanyaan media usai menghadiri forum silaturahmi Fraksi PDIP di Jakarta, Ahad (7/9).  (Republika/Tahta Aidilla)
Presiden terpilih Joko Widodo menjawab pertanyaan media usai menghadiri forum silaturahmi Fraksi PDIP di Jakarta, Ahad (7/9). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar politik Universitas Diponegoro, Teguh Yuwono menjelaskan, ada dua pertimbangan tim transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) terkait struktur kabinet mendatang. Sehingga mereka menawarkan opsi final 34 kementerian kepada presiden dan wapres terpilih.

Pertama, kata dia, pelajaran dari perubahan kementerian di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang ternyata memiliki konsekuensi mahal.

Perubahan nama dan hal teknis lain, kata dia, ternyata berat dalam pelaksanaan. Kedua, lanjut dia, pertimbangan garis kebijakan hingga ke level daerah yang dikhawatirkan mengalami distorsi.  

Selain pertimbangan itu, Teguh menyebut tim transisi juga tak lepas dari belenggu UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara.  

Di dalamnya telah diatur kementerian yang wajib ada di setiap pemerintahan. Semisal kementerian keuangan, kementerian luar negeri dan lain-lain.

"Tapi saya sepakat bahwa apa yang dilakukan tim transisi Jokowi-JK tidak sensitif terhadap isu yang mengemuka. Seperti perampingan kabinet hingga revolusi mental. Nampaknya ada kendala-kendala teknokratik," ujar Teguh kepada Republika, Sabtu (13/9).  

Teguh pun menyarankan agar Jokowi melakukan refocusing pekerjaan yang hendak dicapai dalam lima tahun ke depan.Sehingga keberadaan lembaga negara, termasuk kementerian, mengikuti target yang ingin disasar.

"Lembaga ada karena fungsinya ada. Bukan sebaliknya," kata Teguh.  

Deputi tim transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto mengatakan akan melakukan pembahasan juga dengan para ketua umum partai terkait posisi menteri. Meski pun, keputusan akhir tetap diputuskan Jokowi.  

Menurut Teguh, pembicaraan dengan para ketua umum akan diwarnai tawar-menawar seputar berbagai aspek. Termasuk sosok yang pas menjadi menteri.  

Ia pun menyarankan agar Jokowi tak memasalahkan hal tersebut. Karena dalam politik, hal itu menjadi sesuatu yang wajar. "Politik itu art of bargaining. Pasti akan ada take and give dan itu sifat alamiah politik," kata Teguh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement