REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi menegaskan penerapan pilkada tak langsung atau lewat DPRD hanya diperuntukan bagi pilkada di lingkup kabupaten/kota. Sedangkan untuk provinsi tetap akan memakai formula pilkada langsung. Alasannya, pilkada tingkat kabupaten/kota lebih banyak potensi terjadi konflik sosial daripada tingkat provinsi.
"Konfliknya bisa menyebabkan orang meninggal. Tercatat 75 orang meninggal karena pilkada dan itu terjadi di kabupaten/kota, bukan provinsi," katanya, Sabtu (13/9).
Tak hanya terjadi konflik sosial, sejumlah fasilitas umum pun seringkali jadi sasaran. Sebut saja pembakaran dan penjarahan. Muaranya, hubungan sosial antar masyarakat tidak lagi harmonis ketika pilkada digelar.
Gamawan menjelaskan RUU Pilkada sudah 10 kali masa sidang dibahas bersama DPR atau sama dengan 2,5 tahun terakhir. Ia mengakui dalam prosesnya terjadi banyak perkembangan, termasuk perubahan diakhir-akhir masa pemerintahan dan DPR.
"Awalnya, pilkada langsung disepakati sebagian besar fraksi. Sekarang pilkada tidak langsung (DPRD) jadi yang sebagian besar. Nah ini kita masih cermati itu. Apapun pilihannya, hak legislasi ada di DPR," katanya.
Ia menegaskan pilihan untuk menggelar pilkada langsung atau lewat DPRD tetap ada hal yang harus dibenahi. Misalnya, pilkada langsung harus dibenahi dari segi penghematan dan menekan konflik sosial. Sedangkan pilkada lewat DPRD harus dilakukan uji publik.