Jumat 12 Sep 2014 14:40 WIB

Menanti Hasil 'Campur Tangan' BPI di AFI 2014

Apresiasi Film Indonesia
Apresiasi Film Indonesia

Oleh: Hazliansyah

Redaktur Republika Online

Satu panggung megah berdiri kokoh di Plaza Selatan Gelora Bung Karno (GBK), Senin malam, 4 November 2013 silam. Kain putih yang menjadi latar belakang panggung serta dua layar di sebelah kanan dan kiri panggung menjelaskan jika akan ada sebuah perhelatan besar. Ya, malam itu berlangsung puncak Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2013 yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.  

Tak berapa lama acara dimulai. Layaknya malam penghargaan, pengisi acara silih berganti tampil di atas panggung. Namun acara yang seharusnya berlangsung meriah justru berjalan sepi.

Penerima penghargaan yang harusnya bangga menerima penghargaan justru alpa di panggung. Kabar yang beredar kala itu menyebutkan, ajang ini kurang mendapat apresiasi dari insan film.

Reza Rahadian misalnya yang kecewa lantaran kategori aktor terbaik dihapus oleh panitia. Hal itu, kata Reza, menunjukkan inkonsistensi penyelenggara dalam menjalankan sebuah festival.

Sedangkan Riri Riza, sutradara kenamaan Indonesia memberi masukan agar proses penjurian AFI bisa lebih terbuka. "Kalau mau AFI diramaikan pegiat film, harus diselenggarakan dengan baik," begitu kata Riri.

Begitulah potret penyelenggaraan AFI di tahun lalu yang masih terdapat kekurangan.

Jika melihat usia AFI yang baru seumur jagung, wajar memang jika masih ada kekurangan di sana-sini. Namun seharusnya itu tidak boleh menjadi alasan lantaran AFI digelar oleh sebuah kementerian dengan biaya lebih dari Rp 4 miliar.

"Ini yang mengadakan bukan main-main lho, Kemendikbud. Mereka bertaruh cukup besar dengan acara ini, pertanggungjawabannya, karena ini bukan kelas kecamatan atau provinsi, ini skalanya nasional," kata Riri Riza kala itu.

Lalu bagaimana dengan penyelenggaraan AFI ke-3 yang akan digelar 12-13 September di Istana Maimun, Medan, Sumatera Utara? Setidaknya kita bisa berharap akan terjadi perubahan besar. Faktornya adalah kehadiran Badan Perfilman Indonesia (BPI) sebagai penyelenggara kegiatan.

Sebagai badan yang dalam pembentukannya dikawal para insan perfilman tanah air, sudah pasti orang-orang yang ada didalamnya sangat kompeten dalam urusan perfilman. Termasuk dalam penyelenggaraan festival di dalam negeri yang merupakan salah satu tugas BPI sebagaimana tertuang dalam UU Perfilman Nomor 33 tahun 2009 Pasal 69 butir a, yakni Badan Perfilman Indonesia bertugas untuk menyelenggarakan festival di dalam negeri.

Apalagi ini menjadi tugas pertama BPI dalam melaksanakan festival di dalam negeri.

Robby Ertanto, anggota BPI yang ditunjuk menjadi Ketua Pelaksana mengakui tugasnya cukup berat untuk membuat AFI dikenal masyarakat dan diterima insan film. Namun ia optimistis tugasnya berjalan dengan baik. Terlebih AFI memiliki diferensiasi yang kuat dibanding festival film lainnya di Indonesia.

AFI menurutnya memiliki sudut pandang berbeda dalam menilai sebuah film. Yakni film sebagai karya utuh, juga sebagai medium komunikasi yang memiliki fungsi pendidikan serta hiburan. "Khususnya film-film yang mengangkat budaya tanah air," kata Robby Ertanto kepada ROL.

Untuk memperkuat diferensiasi itu, BPI menambah daftar kategori penerima penghargaan. Total ada 17 kategori yang akan menerima penghargaan Piala Dewantara.

Selanjutnya BPI, kata Robby, juga melakukan perbaikan dari sisi publikasi. Hal ini menurutnya sangat penting karena dengan publikasi yang baik akan menghasilkan respons yang baik pula. Untuk sisi ini BPI menunjuk Happy Salma sebagai Wajah AFI 2014.

Nominator Aktris terbaik Piala Citra 2013 ini akan mempromosikan AFI di setiap kesempatan. Wajahnya juga akan menghiasai setiap materi promosi AFI 2014.

"Jadi wajah AFI ini menjadi salah satu hal baru yang kita lakukan untuk AFI," tutur Robby.

Hal penting selanjutnya adalah pengemasan malam puncak (malam penghargaan). Dalam festival film, malam penghargaan akan menjadi tolok ukur berhasil tidaknya penyelenggaraan tersebut.

Jika kita melihat apa yang dilakukan Academy Awards tentu kita akan terkagum-kagum. Acara tidak hanya menjadi ajang pemberian penghargaan, tapi menjadi sebuah konsep hiburan yang sangat menarik. Mungkin kita masih ingat foto selfie para bintang Hollywood di ajang Oscar kemarin.

Hal itu sebenarnya bukan spontanitas Ellen DeGeneres sebagai pembawa acara, melainkan sudah dikonsepkan oleh penyelenggara hingga akhirnya membuat Academy Awards kemarin menjadi salah satu yang terbaik.

Robby mengakui hal ini. Menurutnya malam puncak akan menjadi "gong" untuk menunjukkan wajah AFI sebenarnya. Di tahun ini pihaknya bekerjasama dengan dua stasiun televisi untuk menyiarkan langsung malam puncak.

"Tentunya konsep acara penghargaan juga akan lebih baik," katanya.

Di acara puncak pihaknya juga melibatkan Rama Soeprapto sebaga art director. Dalam tugasnya, Rama akan menggabungkan konten film dengan visualisasi yang menarik. Meski tidak menjelaskan rinci, Robby mengatakan konsep acara akan mengikuti tren zaman yang ada.

"Dengan mengikuti tren zaman yang ada, dan dukungan dari banyak pihak. Malam puncak nantinya akan tampil berbeda," kata Robby.

Ia juga melibatkan insan film untuk hadir sebagai pembaca nominasi sekaligus pengisi acara. Hal ini penting, kata Robby, untuk menunjukkan bahwa insan film sudah menerima kehadiran AFI dengan baik.

"Ada Joko Anwar, Riri Riza, Tio Pakusadewo, Dewi Irawan, Fachri Albar dan masih banyak lagi. Total akan ada 100 orang pengisi acara," katanya.

Melihat apa yang dijabarkan Robby, dalam hal ini BPI, saya pribadi melihat tidak ada satu hal yang akan secara signifikan meningkatkan pamor AFI. Apalagi melihat fakta waktu pelaksanaan yang hanya tinggal hitungan hari, pemberitaan soal ajang yang menghabiskan dana Rp 4,7 miliar ini kurang terdengar.

Terlebih di waktu yang bersamaan nanti, tepatnya di tanggal 13 September 2014 esok, juga akan digelar Festival Film Bandung. Festival tersebut menghadirkan 11 nominasi untuk kategori film nasional, tiga nominasi sinetron, dan lima nominasi FTV.

"Saya pribadi tidak mau melihat (penyelenggaraan) ke belakang, dengan adanya BPI tentu bisa kita perbaiki bersama untuk mendapat hasil yang terbaik," ujar Robby.

Ya, BPI harus melakukan perbaikan. BPI harus membawa perubahan karena mereka dipilih oleh orang-orang film sendiri. Jangan sampai BPI hanya menjadi kumpulan anak muda yang giginya ompong semua, seperti yang ditulis Kemala Atmojo (Pengamat Industri Film yang kini menjadi anggota BPI) dalam opininya di Koran Tempo, 26 Desember 2013.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement