Kamis 11 Sep 2014 16:11 WIB
Ahok Mundur

Asosiasi Kepala Daerah Desak RUU Pilkada Dicabut

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama mundur terkait dengan RUU Pilkada
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama mundur terkait dengan RUU Pilkada

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Seluruh bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) mendesak pemerintah untuk mencabut usul RUU Pilkada yang masih dibahas DPR.

"Jika keinginan mayoritas partai di DPR RI tidak berubah, yakni tetap menginginkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, Apkasi dan Apeksi meminta pemerintah yang dalam hal ini diwakili Kementerian Dalam Negeri untuk menarik diri dalam proses pembahasan dan penetapan rancangan UU Pilkada," kata Ketua Apeksi yang juga Wali Kota Manado Vicky Lumentut di Jakarta, Kamis.

Hal itu menjadi salah satu rekomendasi yang disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Luar Biasa Apkasi-Apeksi di salah satu hotel di kawasan Jakarta Selatan. Vicky mengatakan seluruh wali kota dan bupati yang tergabung dalam Asosiasi telah sepakat menolak usulan pelaksanaan pilkada melalui DPRD, sebagai gantinya mereka menginginkan ada perbaikan sistem pemilihan kepala daerah.

"Kami sepakat untuk menolak pemilihan kepala daerah dikembalikan lagi ke DPRD dan perlu adanya perbaikan sistem pilkada dengan mempertimbangkan aspek filosofis, yuridis, sosiologis, politis dan praktis," kata Vicky.

Hal senada juga disampaikan Ketua Apkasi Isran Noor bahwa jika pilkada kembali dilakukan oleh DPRD maka itu merupakan bentuk kemunduran demokrasi ke masa orde baru. "Bupati dan wali kota ini adalah punya rakyat, maka kami ini menjadi representasi rakyat yang tidak ingin hak asasi memilih itu diambil alih oleh parpol di DPRD," kata Bupati Kutai Timur itu.

Isran juga mengatakan jika pilkada lewat DPRD alih-alih menghemat anggaran, justru membuat praktik politik uang di kalangan anggota dewan akan semakin besar. Oleh karena itu, menurut dia, untuk menekan biaya politik berlebihan dalam pilkada adalah bukan dengan mengubah sistem demokrasi melainkan memperbaiki teknis pelaksanaannya.

"Nilai demokrasi itu tidak bisa diukur dengan anggaran, nilai demokrasi itu adalah hak asasi. Selama ini, adanya kepala daerah yang korupsi karena tidak ada sistem yang dapat mencegah tindak pidana itu terjadi. Banyak yang tidak menyadari bahwa itu perbuatan korupsi," ujar Isran.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement