REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK--Maraknya pembangunan di Kota Depok tak diimbangi dengan adanya ruang terbuka hijau. Kondisi ini indikasi adanya pelanggaran regulasi oleh pemerintah kota tersebut.
"Melihat kondisi ini kami nilai ada pelanggaran dan bertentangan dengan Permendagri No 6 Tahun 2009 tentang fasilitas umum, fasilitas sosial, dan utility bahwa kami hanya harus menyerahkan lahan sekian persen ,tanpa terbangun. Artinya hanya lahannya saja,"urai pemerhati tata kota Depok Rivalino Alberto, Rabu (10/9).
Ia mencontohkan, di kawasan Jalan Margonda saja, hampir tidak ada ruang terbuka hijau (RTH) bagi warga dan hanya dihiasi bangunan hunian mulai dari apartemen dan hotel. Ia melihat adanya alih fungsi fasos fasum tersebut.
"Kemarin kami menemukan adanya lahan swasta di Kelurahan Limo, Kecamatan Limo yang seharusnya dijadikan RTH malah dijadikan apartemen," kata Rivalino.
Selain di kawasan Limo, dirinya juga menemukan alih fungsi fasos fasum menjadi bangunan di Jalan Margonda Kelurahan Kemirimuka, Kecamatan Beji. Di lokasi itu, salah satu pusat perbelanjaan merubah fungsi fasos, fasum, RTH menjadi hotel. Lahan yang sebelumnya RTH, fasos olahraga kini berubah hotel.
Ijin bangunan hanya mal sekarang malah ada hotel," ungkap kuasa hukum Real estate Indonesia (REI) Kota Depok-Bogor itu.
Pihaknya juga menemukan di kawasan Margonda yang bangunan salah satu apartemen tidak punya RTH. Di bagian jalan, seharusnya menggunakan konblok justru malah dilapis aspal. "Hampir seluruh apartemne yang ada di kota Depok tidak memiliki ruang terbuka hijau dan taman sebagai resapan" katanya.
Padahal, aturan fasos fasum tertuang dalam Perda No 14 tahun 2013. Isinya, pengembang perumahan yang mengajukan izin di atas 10 hektar harus menyediakan fasum fasos untuk sekolah dan terbangun.