REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Industri percetakan digital membutuhkan bahan baku lokal untuk memenuhi pesanan pasar yang terus meningkat dari hari ke hari.
"Saat ini kami masih tergantung dengan bahan baku impor salah satunya untuk kebutuhan tinta," jelas Pemilik Percetakan Digital Sumber Bahagia Tommy Handoko di Semarang, Senin (8/9).
Menurutnya, secara kualitas bahan baku lokal dan impor jauh berbeda, sebagai contoh warna yang dihasilkan tinta lokal tidak bisa menempel dan sulit menampilkan warna cerah. Berbeda dengan tinta impor yang menempel dan warna bisa disesuaikan dengan keinginan.
"Kalau kami pakai bahan baku lokal dan ternyata hasilnya kurang bagus maka konsumen akan keberatan. Oleh karena itu, kami memilih mengimpor bahan baku untuk mempertahankan kualitas," ujarnya.
Bahan baku lain yang masih diimpor adalah bahan spanduk atau front line, menurutnya, bahan spanduk dari lokal mudah sobek sehingga proses produksi memakan waktu lama, sedangkan bahan spanduk impor lebih kuat.
"Melihat kondisi tersebut mau tidak mau kami harus bergantung dari bahan baku impor, di sisi lain kami harus bersaing harga dengan percetakan digital yang lain," jelasnya yang mengimpor bahan baku dari Tiongkok ini.
Tommy mengaku meski sejauh ini bisa menyesuaikan harga bahan baku impor dengan harga jual hasil produksi cetak digital, namun diharapkan kualitas bahan baku lokal bisa lebih baik lagi sehingga tidak perlu tergantung dengan bahan baku impor.
"Harapannya dengan bahan baku lokal maka hasil cetakan bisa lebih murah lagi tetapi tidak mengurangi kualitas," jelasnya.
Sementara itu, pasar cetak digital terus tumbuh seiring dengan tingginya kebutuhan perusahaan swasta maupun instansi Pemerintahan untuk keperluan promosi.