Senin 08 Sep 2014 19:00 WIB

'Berbahaya Kejaksaan tak di Bawah Pemerintah'

Rep: C91/ Red: Djibril Muhammad
Refli Harun
Refli Harun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ide dari tim hukum presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, mengenai pemisahan kejaksaan dengan pemerintah, menuai pro kotra. Ahli hukum tata negara Refly Harun, mengatakan, hal itu perlu dipikirkan ulang.

Menurutnya, bila kejaksaan dipisahkan dari pemerintah, maka presiden tak mempunyai alat kontrol untuk penegakan hukum. Selain itu, masyarakat tak lagi dapat menagih janji presiden yang berhubungan dengan penegakan hukum secara konsisten.

"Jadi yang terbaik, adalah jaksa tetap di bawah presiden. Lagi pula, ini merupakan presiden yang kita pilih, masa kita tidak percaya dengan yang kita pilih," ujarnya, saat dihubungi, Senin (8/9).

Ia menambahkan, bila kejaksaan tak di bawah pmerintah, maka dapat berbahaya, dan sulit dikontrol. Refly menjelaskan, saat ini penegakan hukum di Indonesia masih berlum tereformasi dengan baik. Masih banyak isu negatif di kejaksaan, termasuk isu Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN).

Ia mengungkapkan, independensi dalam pengambilan keputusan, tak perlu dikhawatirkan, karena bila presiden menekan atau mempengaruhi keputusan kejaksaan, maka ada fungsi DPR untuk mengawasi.

"Mengenai keengganan kepolisisan dan kejaksaan menindak orang dekat presiden, tak perlu khawatir, karena ada KPK. Bila KPK tak bisa, masih ada kontrol DPR," jelas Refly.

Sebaliknya, Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi mendukung pemisahan, antara kejaksaan dan lingkungan eksekutif agar terpisah dari intervensi pemerintah. Menurutnya, kejaksaan sekarang tak profesional karena mengikuti keinginan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement