Senin 08 Sep 2014 18:20 WIB

Pemerintah Optimistis Kekeringan Tak Ganggu Produksi Pangan

Rep: C88/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
 Seorang petani, Idrus (67) membersihkan sawahnya yang mengalami kekeringan di Desa Lubuk Puar, Padangpariaman, Sumbar. Akibat rusaknya hulu irigasi dan musim kemarau, ratusan hektare sawah di kecamatan itu terancam gagal panen.
Foto: ANTARA
Seorang petani, Idrus (67) membersihkan sawahnya yang mengalami kekeringan di Desa Lubuk Puar, Padangpariaman, Sumbar. Akibat rusaknya hulu irigasi dan musim kemarau, ratusan hektare sawah di kecamatan itu terancam gagal panen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Pemerintah optimistis kekeringan yang melanda beberapa wilayah di Indonesia tak mengganggu produksi pangan. Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan mengatakan bahwa kekeringan yang terjadi saat ini masih bersifat lokal.

 “Kita belum bisa kategorikan ini sebagai kekeringan nasional karena hanya terjadi di beberapa daerah,” kata Rusman saat dihubungi Republika, Ahad (7/9). Rusman menjelaskan, jauh-jauh hari Kementan telah mengeluarkan SOP untuk menanggulangi bahaya kekeringan.

Baca Juga

Implementasi di lapangan diserahkan kepada tiap daerah untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, pemda dan dinas pertanian diminta cepat tanggap dalam mengatasi kekeringan di wilayah masing-masing.

Pantauan yang dilakukan Kementrian Pertanian menunjukkan bahwa kekeringan mayoritas terjadi di wilayah Pantura seperti Indramayu, Demak, dan Lamongan. Rusman tak menampik bahwa ada sebagian petani yang harus memanen padinya lebih dini karena kekurangan pasokan air.

Menanggapi hal itu, Kementan telah memberikan bantuan berupa pompa air yang telah didistribusikan ke wilayah yang mengalami kekurangan air. Di samping itu jika terjadi kekeringan nasional yang mengakibatkan puso, Kementan dapat mengajukan permintaan khusus ke Kementrian Keuangan.

“Akan ada semacam kompensasi untuk petani,” imbuhnya. Besaran kompensasi yang diberikan bervariasi antara Rp 1,75 – Rp 2 juta per hektar. Bantuan modal ini dapat digunakan petani sebagai modal untuk menanam kembali.

Rusman mengatakan, upaya menanggulangi puso karena kekeringan lebih mudah daripada puso akibat banjir. Puso karena kekeringan, kata Rusman, sifatnya bertahap dan dapat dipantau. Sementara puso akibat banjir datangnya tak terduga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement