REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemprov Jabar berharap pusat segera merealisasikan pembangunan Pelabuhan Cilamaya.
Karena, Jabar membutuhkan pelabuhan tersebut sebagai pintu gerbang kawasan industri. Apalagi, diperkirakan potensi nilai ekspor dari industri yang ada di Karawang dan Bekasi mencapai Rp 30 triliun.
''Berdasarkan laporan Bappeda di Karawang dan Bekasi, nilai potensinya mencapai Rp 30 triliun. Tapi, ini harus dihitung lagi,'' ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Denny Juanda Puradimadja kepada wartawan, Senin (8/9).
Menurut Denny, Jabar perlu pelabuhan untuk pintu gerbang kawasan industri. Agar, tak membebani Tanjung Priok-Jakarta. Kalau pelabuhannya ada di Karawang tinggal ke laut. Indonesia itu, harus multi akses. Jadi ada pelabuhan dimana-mana. Bisa di Cilamaya, Brebes, atau Surabaya.
''Saya belum pernah diskusi, tapi katanya ada instalasi pertamina minyak di sana. Tapi kan, dari dulu sudah tahu harusnya diantisipasi,'' katanya.
Menurut Denny, Pelabuhan Cilamaya ini sudah dicanangkan sejak 2008. Kemudian, diteliti intensif saat MP3EI. Jadi, saat menetapkan lokasi sudah tahu di sana ada pipa Pertamina. ''Tadinya kan sawah (yang digunakan) 600 ha sekarang jadi hanya 100 ha, sudah geser ke laut, jadi apa lagi,'' katanya.
Menurut Denny, kalau memang yang menjadi masalah karena ada pipa Pertamina, sebaiknya tinggal direposisi dan geser sedikit saja. Apalagi, di lokasi tersebut ada beberapa kecamatan. ''Kan ada Kecamatan Ciparage, Cilamaya. Jadi, tinggal diatur tapi niat awalnya jangan berubah,'' katanya.
Target pembangunan Cimalaya sendiri, kata dia, bisa beroperasi dan selesai dibangun pada 2018. Karena, Tanjung Priok sudah over load jadi harus berbagi berperan. Saat ini, progres pembangunan Cilamaya, masih study oleh JICA tinggal ke investasinya.
''Jepang berminat. Mereka, sudah datang ke kita,'' kata dia.