Sabtu 06 Sep 2014 18:41 WIB

Muhammadiyah: Ada Sejarah Panjang di Balik Lahirnya UU Perkawinan

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Mansyur Faqih
Pernikahan (ilustrasi)
Foto: Abc News
Pernikahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alasan pengajuan judicial review terhadap pasal 2 ayat 1 UU No 1/1974 tentang Perkawinan dinilai tak berdasar. 

Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpendapat, para pemohon uji materi tersebut tidak paham akan posisi agama dalam konstitusi.

"Ada sejarah yang panjang di balik lahirnya UUP 1974. Tidak ada hak konstitusi warga yang dirugikan oleh aturan tersebut," kata Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah, Syaiful Bahri, kepada Republika, Sabtu (6/9).

Menurut Syiful, pasal 2 ayat 1 UUP 1974 justru melindungi hak konstitusi warga negara dalam melaksanakan pernikahan. Aturan tersebut tidak saja selaras dengan hukum agama sebagai salah satu sumber hukum negara. 

Tetapi secara sosial, juga memberikan kepastian terhadap status anak hasil perkawinan di mata masyarakat. 

"Ini dikarenakan sah atau tidaknya sebuah pernikahan itu ditentukan oleh hukum agama, bukan oleh negara. Karenanya, saya pikir justru para pemohon itu yang tidak paham posisi agama dalam konstitusi," ujarnya.

Syaiful menambahkan, PP Muhammadiyah sejak awal tidak pernah setuju dengan pernikahan beda agama. Bukan hanya karena dilarang dalam Islam, tetapi juga tidak dibenarkan dalam ajaran agama lainnya yang diakui di Indonesia.

"Saya juga pesimistis jika gugatan itu bakal dikabulkan MK. Karena hakim-hakim MK itu tentunya juga orang-orang yang beragama," katanya.

Sebelumnya, lima mahasiswa dan alumnus Universitas Indonesia (UI) mengajukan judicial review UUP 1974 yang menyatakan perkawinan beda agama tidak sah. Pemohon beranggapan pasal 2 Ayat 1 pada UU tersebut berpotensi merugikan hak konstitusional mereka.

Para pemohon uji materi UUP 1974 itu adalah Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata dan Anbar Jayadi serta Luthfi‎ Sahputra. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement