REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM Noor Laila mengatakan adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan masyarakat terkait untuk melegalkan pernikahan beda agama menandakan bahwa negara belum mampu memenuhi dan mengakomodir semua hak warga negaranya.
"Kewajiban negara untuk memenuhi dan mengakomodir berbagai kepentingan warga negaranya termasuk pernikahan. Ini bukan masalah mendukung dan tidak mendukung adanya gugatan tersebut," ujar Noor Laila saat dihubungi Republika Online (ROL), Jumat (5/9).
Dalam Konstitusi Indonesia, kata dia, kebebasan beragama, hak untuk membangun rumah tangga dan melanjutkan keturunan dijamin undang-undang. Untuk itu penting bagi negara untuk mengatur pelaksanaan dan mekanisme perkawinan beda agama agar semua kepentingan-kepentingan warga negaranya bisa di akomodir.
Untuk saat ini, lanjutnya, pernikahan beda agama sulit dihindari di Indonesia. Faktanya, banyak warga negara Indonesia yang telah melakukan pernikahan beda agama. Ada yang menikah di luar negeri dan ada yang menikah dua kali di masing-masing kantor agama.
"Untuk menikah dengan siapa adalah pilihan dan hak masing-masing orang. Namun karena wadah dan mekanisme di Indonesia belum ada untuk perkawinan beda agama ini maka penting untuk negara mengaturnya," katanya.
Adapun untuk persoalan keyakinan, ia mengatakan ada pihak atau lembaga yang memiliki otoritas sendiri untuk menangani hal tersebut. Para pemuka agama dapat memberikan komentar dan menentukan sikapnya untuk mengizinkan atau melarang pernikahan beda agama berdasarkan keyakinan masing-masing.