REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masyarakat Indonesia masih menganggap penting keberadaan akidah sebagai dasar pernikahan. Meski belum ada penelitian secera khusus, namun masyarakat Indonesia dengan mayoritas Muslim masih menganggap bahwa kesamaan akidah antara satu sama lain dapat mendukung kelanggengan suatu rumah tangga.
Buktinya, praktik pernikahan beda agama yang tidak populer bahkan kerap ditentang di masyarakat. Jikapun ada anggota masyarakat yang “keukeh” ingin menikah dengan pasangan beda agama, dapat dilakukan di luar negeri karena Negara tidak melegalkan praktik pernikahan semacam itu. Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Kementerian Agama Abd. Rahman Mas'ud kepada ROL pada Jumat (5/9).
“Secara umum, masyarakat saat ini masih cenderung mementingkan akidah dalam membina sebuah rumah tangga,” ujarnya. Makanya, adanya kasus beberapa orang yang mengajukan permohonan kepada MK atas UU No 1 tahun 1974 diharapkan tidak ada dampak lanjutan bagi kelompok lainnya untuk menuntut hal lain yang bertentangan dengan ajaran agama.
Sekretaris Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kemenag Muhammadiyah Amin sepakat, pernikahan beda agama tidak diperbolehkan Negara, atas rujukan agama. Sejauh ini, pemerintah telah melakukan sejumlah bimbingan keluarga sakinah yang keseluruhannya harus didasari dengan akidah yang sama.
“Mungkin penyebabnya mereka sudah buta terhadap aturan agama, karena cinta yang terlalu besar,” katanya. Padahal, rumah tangga tidak cukup hanya dibangun dengan cinta, tapi juga saling percaya dan seragam akan akidah masing -masing, sehingga membangun keluarga sakinah menjadi lebih mudah.