REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gugatan pelegalan nikah beda agama yang dilayangkan tiga alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia kepada Mahkaman Konstitusi (MK) dinilai akan mengancam kesehatan pendidikan di keluarga. Terlebih jika gugatan itu dikabulkan, akan terjadi kebingungan terhadap anak hasil hubungan pernikahan beda agama.
“Jelas nantinya akan ada kebingungan dari segi akidah anak hasil hubungan pernikahan beda agama itu,” kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Kementerian Agama Abd. Rahman Mas'ud kepada ROL pada Jumat (5/9).
Padahal, kata dia, akidah bagi setiap manusia sangat penting untuk dipupuk sejak dini, karena akidah merupakan pangkal dari pendidikan agama selanjutnya. Jika sejak awal ia melihat orangtuanya yang berbeda keyakinan, maka ke depannya ia pun akan mengalami kesulitan dalam memilih keyakinan. Jika gugatan tersebut diterima, ia yakin keputusan tersebut akan mendatangkan lebih banyak kerugian dari pada kemanfaatannya.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yakin para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengabulkan gugatan Anbar Jayadi, yang meminta agar perkawinan beda agama disahkan negara. Alasannya, para hakim MK sangat memahami nilai-nilai yang dianut oleh bangsa ini, sehingga mereka tidak akan mengeluarkan putusan yang bisa membawa dampak lanjutan yang besar.
Meskipun Indonesia bukanlah negara agama, lanjut dia, masyarakat Indonesia memegang nilai-nilai agama dengan kukuh. "Itulah membuat UU Perkawinan kita mensyaratkan bahwa perkawinan itu harus dilandasi dengan nilai-nilai agama," kata Lukman.