REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana menggelar konferensi Hijab Indonesia yang rencananya pada Oktober 2014 ini. Konferensi ini akan dihadiri 100 peserta yang berasal dari 100 organisasi Muslim yang ada di Indonesia.
Menurut anggota Komisi Pendidikan dan Pengkaderan MUI, Fahira Idris selain masih dalam suasana memperingati Hari Solidaritas Hijab Sedunia yang jatuh pada 4 September, konferensi ini bertujuan untuk memperkuat solidaritas muslimah Indonesia agar tidak ada lagi pelarangan penggunaan hijab di Indonesia.
“Sampai saat ini saya masih dapat laporan kalau masih ada pelarangan menggunakan jilbab, terutama di tempat-tempat kerja. Konferensi ini digelar untuk membahas dan memperjuangkan jangan ada lagi larangan hijab di manapun di Indonesia,” ujar Fahira Idris dalam siaran persnya yang diterima ROL, Kamis (04/9).
Menurut perempuan yang baru beberapa bulan diangkat menjadi pengurus MUI ini, sama seperti kebebasan berpendapat dan hak bebas dari rasa takut, berhijab adalah hak asasi dan hak dasar bagi setiap muslimah yang dibawanya sejak lahir sebagai bentuk implementasi hak asasi dalam memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran yang ia peluk.
“Miris di negera dengan jumlah muslim terbesar di dunia ini, masih ada saja pihak-pihak tertentu yang melarang muslimah berhijab. Jilbab itu hak asasi, hak kodrati yang diberikan Tuhan, jadi tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun,” tegas Fahira.
Fahira mengatakan, Konferensi Solidaritas Hijab Indonesia diharapkan menjadi wadah advokasi para muslimah di Indonesia yang dalam kehidupan sehari-hari masih mengalami deskriminasi karena mengenakan hijab.
Sebagai langkah awal tema bahasan konferensi, saat ini Fahira mempersilakan masyarakat Indonesia terutama muslimah jika masih mengalami deskriminasi karena berhijab. Aduan bisa dikirmkan ke email pribadinya di [email protected]
“Nanti kita akan buka pusat aduan jika masih ada larangan berhijab untuk seluruh muslimah di Indonesia. Sebagai bentuk solidaritas, kita akan perjuangkan bersama, agar muslimah bisa dihormati hak asasinya untuk berhijab,” terangnya.
Hari Hijab Sedunia sendiri diperingati sebagai bentuk solidaritas atas munculnya peraturan dilarang berjilbab di Prancis pada 4 September 2002. Tanggal 4 September juga menandai kembalinya anak perempuan ke sekolah di Prancis, di mana larangan berjilbab dimulai. Hari Hijab Sedunia juga untuk mengenang Marwa Al Sherbini (32), yang tewas akibat tikaman seorang pria rasis, dalam persidangan di Jerman, 1 Juli 2004. Saat itu, Marwa bersaksi menggugat pria tersebut yang sebelumnya telah melecehkan dirinya karena memakai hijab.
Kejadian tersebut menyulut kemarahan dan perhatian publik tentang kebebasan hak asasi manusia. Tercetuslah opini publik di dunia maya, 4 September merupakan peringatan Hari Hijab Sedunia untuk mengenang tragedi Marwa yang disebut sebagai martir hijab.