REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aspek pembiayaan menjadi perhatian utama DPR dan pemerintah dalam pembahasan RUU Pilkada. Meski belum disepakati sistem pemilihan langsung atau tidak, keduanya sama-sama menginginkan adanya pengetatan ongkos pemilihan gubernur dan bupati/wali kota.
Sebagai penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga memiliki pandangan mengenai pilkada murah. Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengatakan, desain pilkada murah dapat diwujudkan dengan perbaikan beberapa hal.
Pertama, menurut Sigit, sistem pilkada harus diatur kembali. Sistem dua putaran dinilai terlalu mahal. Tak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga ongkos sosial dan politiknya.
Kedua, dalam RUU Pilkada harus diatur pembatasan pembiayaan kampanye. Dengan begitu, ada standar biaya maksimal pelaksanaan pilkada di setiap daerah yang bisa diawasi penyelenggara pemilu.
Ketiga, Sigit memandang perlu dilakukan penyederhanaan manajemen penyelenggaraan pemilu. Keempat, ongkos pilkada bisa ditekan dengan pelaksanaan pemilu serentak.
"Pemilu mahal tidak semata dilihat dari rasionalitas ekonomi saja. Mesti dilihat secara luas meliputi rasionalitas sosial dan politik," kata Sigit, Kamis (4/9).
Dengan begitu, kalkulasi hitungan ekonomi juga harus mempertimbangkan penguatan demokrasi. Serta dengan kohesi sosial dan integritas proses pelaksanaan dan hasilnya.
Dalam pembahasan RUU yang masih berjalan, pemerintah dan DPR menyepakati pilkada dilaksanakan dengan biaya murah. Dalam RUU Pilkada disiapkan regulasi untuk mengatur ongkos pilkada lebih murah.
"Kami (pemerintah) punya syarat, harus kita buat pilkada ini tidak mahal. Sudah disepakati semua fraksi," kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan.
Menurut dia, akan diatur besar pengeluaran untuk penyelenggaraan setiap pilkada. Misalnya, kampanye terbuka melalui rapat umum yang selama ini banyak menyedot biaya akan dibatasi. Begitu pula kampanye melalui media massa, seperti iklan di televisi.
"Banyak yang kampanye di TV nasional padahal cuma pemilu lokal. Nah, aturan-aturan seperti itu akan dimasukkan supaya ongkosnya murah," ujarnya.
Pemerintah dan DPR, lanjut Djohermansyah, juga sepakat untuk menekan biaya pilkada melalui pengaturan kampanye melalui pemasangan atribut. Jika selama ini pasangan calon dan partai berlomba-lomba mengeluarkan dana untuk pemasangan atribut, ke depannya hal tersebut takan dibatasi.
"Nanti yang masang spanduk dan baliho itu petugas KPU-nya. Ada batasan berapa unit yang boleh dipasang, mereka kasih ke KPU, nanti yang pasang KPU di tempat yang dibolehkan sesuai peraturan," jelasnya.