REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jumlah penderita kanker serviks di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencapai 4,1 perseribu atau 4,1 dari 1000 penduduk, sehingga menempati urutan tertinggi di Indonesia.
Demikian dikatakan Andayani Budi Lestari, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Regional VI pada Launching Gerakan Nasional Promotif Preventif Deteksi Dini Kanker Leher Rahim di Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (4/9).
BPJS menggandeng Dinas Kesehatan dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Cabang DIY untuk melakukan sosialisasi papsmear.
Hingga kini mayoritas wanita di Yogyakarta enggan memeriksakan kesehatan leher rahimnya ke dokter. Alasannya, malu, takut penyakitnya diketahui, dan persepsi biaya mahal.
Untuk mencegah kanker serviks, kata Andayani, BPJS Kesehatan melakukan gerakan nasional program promotif preventif. Di antaranya, edukasi kesehatan, skrining preventif primer, skrining preventif sekunder, program pengelolaan penyakit kronis, mentoring spesialis terhadap Faskes primer.
Menurut dokter ahli kanker serviks RS Sardjito, Ova Emilia, kanker mulut rahim disebabkan berbagai faktor. Di antaranya, kurang menjaga kebersihan di sekitar alat kelamin, banyak pasangan, hubungan sex dini, pasangan tidak sunat, sering melahirkan, merokok dan pewangi obat kelamin.
Sementara Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan kanker serviks menjadi pembunuh wanita kedua, setelah kanker payudara.
Kanker serviks, kata Gubernur, tidak terlepas dari gaya hidup yang tidak sehat. Kanker yang disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) ini berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi, psikologi serta spiritual cukup berarti dirasakan penderita, terutama masyarakat miskin.
Karena itu, Gubernur mengharapkan agar wanita rajin untuk memeriksakan leher rahimnya. Sehingga kanker rahim dapat dideteksi lebih dini. "Kanker serviks tidak datang tiba-tiba, namun berlangsung cukup lama. Jika diketahui sejak dini peluang untuk penyembuhan sangat besar, bahkan bisa 100 persen," kata Sultan HB X.