Rabu 03 Sep 2014 14:58 WIB

Usaha Besar dan Menangah akan Diwajibkan Sertifikasi Halal

Rep: c60/ Red: Joko Sadewo
Sertifikasi Halal.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Sertifikasi Halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang sedang dibahas oleh Komisi VIII DPR RI hampir rampung. RUU tersebut diharapkan bisa disidangparipurnakan sebelum akhir September 2014.

“Tinggal satu item lagi,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI, Lieda Hanifa Amaliah kepada Republika, Rabu (3/9). Perumusan RUU JPH, kata Lieda, tinggal mengunggu satu kali pertemuan dengan pemerintah yang rencana digelar Senin mendatang.

Lieda menjelaskan, salah satu poin di dalam RUU JPH adalah kewajiban bagi perusahaan makanan dan obat dalam skala besar dan sedang untuk memiliki sertifikat halal dari pemerintah. “Sertifikasi ini bersifat wajib bagi perusahaan berskala besar dan sedang,” ujar dia.

Namun, kata dia, bagi usaha kecil, kewajiban sertifikasi halal tidak diwajibkan. Hanya saja, usaha kecil diwajibkan untuk membeli bahan dari perusahaan yang telah memiliki sertifikat halal. “Terutama yang berbahan dasar daging, seperti penjual baso dll,” ujar Lieda.

Rencananya, lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan adalah lembaga negara di bawah Kementerian Agama. Lembaga tersebut memiliki tanggung jawab secara administratif untuk mengeluarkan sertifikasi halal, menyosialisasikan aturan dan melakukan pengawasan.

Dia mengatakan, hasil dari pemeriksaan nantinya akan tetap dibahas oleh komisi Fatwah Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Agar MUI mengeluarkan fatwa kehalalan produk tersebut,” ujar dia.

Lieda mengharapkan dengan diterbitkannya UU JPIH nantinya akan menertibkan industri makanan dan obat-obatan di tanah air. Dia berharap, kejadian makanan dari daging babi atau produk tidak halal lainnya dapat diakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement