REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X mempertanyakan kenapa banyak orang berhaji, tapi banyak juga orang korupsi. Ironisnya, sebagian koruptor di negeri ini memiliki predikat haji.
Sultan mengungkapkan hal tersebut saat pamitan dengan 2.492 jamaah Haji DIY di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Selasa (2/9). Jamaah Haji DIY tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) 23-29 SOC yang akan diberangkatkan mulai 9 September 2014 mendatang.
Sultan mengatakan setiap calon haji berpamitan selalu diberikan ucapan semoga menjadi haji yang mabrur. Haji yang mabrur diharapkan hadir dan bersosialisasi di masyarakat untuk menjadi penerang seperti dalam Surat Al-hajj ayat 28.
“Ayat tersebut bila kita renungkan mengisyarakatkan setiap jamaah haji harus berupaya untuk menggapai kemabruran hajinya. Salah satu indikatornya, adanya kesadaran untuk menggapai kesalehan ritual dan kesalehan social,” kata Sultan.
Haji mabrur, kata Sultan, mereka yang berkemauan dan berkemampuan untuk membangun keselarasan antara menjadi saleh secara vertical dan horizontal. Ada tiga karaktersitik terpuji yang dimiliki haji mabrur.
Pertama, haji mabrur adalah haji yang secara terus menerus berkesadaran member makan kepada setiap orang yang membutuhkan. Konsekuensinya, seorang haji mabrur harus mampu membuktikan dirinya dalam wujud dan perilaku keseharian yang humanis, hidup sederhana, penuh kebersamaan, amat peduli terhadap keadaan dan nasib orang lain, terutama kaum dhuafa.
Kedua, haji yang mabrur adalah seorang haji bertutur kata dengan kalimah thoyibah, kata-kata yang baik, bijak, santun dan bermanfaat, taushiyah atau nasehat yang berguna bagi orang lain dan masyarakat. Ketiga, haji mabrur adalah mereka yang berksadaran untuk menebar salam, yang senantiasan berkesadaran untuk merajut silaturahim dan mempererat ukhuwah Islamiyah.