Selasa 02 Sep 2014 19:18 WIB

MUI: PP Aborsi Rawan Diselewengkan

Rep: c60/ Red: Agung Sasongko
Aborsi(ilustrasi)
Aborsi(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia mengakui PP Kesehatan Reproduksi atau PP Aborsi rawan dimanfaatkan oknum yang tidak bertangung jawab. Kerawanan pemanfaatan PP No 61/2014 ini karena terdapat kalimat dalam PP yang memungkinkan adanya pemaknaan ganda.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Niam. Niam mengatakan, ada kemungkinan penyimpangan makna pada pengartian pemerkosaan. Sebab di dalam PP hanya ditekankan bahwa kehamilan akibat pemerkosaan adalah kehamilan yang tidak terjadi tanpa persetujuan si korban.

“Ketentuan ini rawan diselewengkan,” ujar Asrorun Niam kepada ROL di kantor MUI, Jakarta, Selasa (2/9).

Jika dibandingkan dengan ketetapan MUI mengenai pemerkosaan, definisi pemerkosaan PP 61/2014 tersebut terlalu ringan . Di dalam fatwa MUI, pemerkosaan harus memuat unsur adanya paksaan dan hubungan bukan suami istri.

Selain itu, kata Niam, lembaga yang berhak mengeluarkan surat pernyataan pemerkosaan adalah polisi. Tentunya, setelah polisi melakukan pemeriksaan yang mendalam mengenai kasus pemerkosaan tersebut.

Sementara, kata Niam, dalam PP tersebut Polri hanya pilihan di antara pekerja sosial dan konsultan yang juga memiliki kewenangan menjatuhkan vonis pemerkosaan. “Ini kan sangat rawan menimbulkan penyimpangan,” kata Niam.

Kendati demikian, Niam mengatakan, Fikih membenarkan perilaku aborsi dengan catatan kondisi kedaruratan, atau sebuah hajat yang sama dengan kodisi darurat, sebagaimana fatwa MUI tahun 2005.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement