REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Nelayan di kawasan Paotere dan pulau-pulau yang masuk wilayah Kota Makassar tidak melaut dalam sepekan terakhir akibat tidak memperoleh BBM jenis solar.
"Sudah sepekan kami tidak melaut, karena sulit mendapat BBM solar bersubsidi di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar khusus nelayan (SPBN)," kata Mustamin, salah seorang nelayan di kawasan Paotere, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar, Sabtu.
Dia mengatakan, akibat kondisi itu, dia bersama nelayan lainnya terpaksa mengambil pekerjaan lain yakni menjadi pengangkut bahan bangunan antar pulau atau mengantar dan menyewakan kapalnya pada orang-orang yang hobi memancing.
Hal itu dilakukan, lanjut dia, untuk menyambung hidup dan mendukung biaya sekolah anak-anaknya.
Kondisi serupa juga diakui nelayan lainnya di Cambayya, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar, Daeng Baso.
Menurut dia, menggantungkan hidup dari hasil laut tidak bisa lagi dilakukan, karena solar sulit diperoleh, kalau pun ada harus membeli secara sembunyi-sembuyi pada kapal besar antarpulau dengan harga yang lebih mahal.
"Biasanya jika mendapat carteran membawa pemancing ke pulau, kami mendapat biaya sewa Rp250 ribu per hari. Uang itu sebagian digunakan membeli solar dari kapal besar dengan harga Rp7.000 per liter," katanya.
Padahal jika membeli di SPBN untuk kegiatan melaut, lanjut dia, para nelayan mendapatkannya dengan harga Rp5.500 per liter. Sementara untuk kebutuhan melaut selama sehari semalam, dibutuhkan BBM solar rata-rata 65 liter per perahu.
Dengan demikian, sedikitnya dibutuhkan dana BBM sebesar Rp357.500, belum termasuk biaya ransum dan perlengkapan lainnya.
Sementara itu, pengelola SPBN Cambayya H Saharuddin mengaku mendapat pengurangan jatah solar sebanyak 16 kilo liter. Akibatnya, jatah yang semula diperoleh dari Pertamina 80 KL per bulan, kini sisa 64 KL per bulan.
"Karena itu, persediaan solar yang dijual kepada nelayan sudah habis pada pertengahan Agustus 2014. Padahal biasanya mampu mencukupi hingga tanggal 28 atau jelang akhir bulan," ujarnya.