REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas sebelas maret, Supriyadi mengatakan kenaikan BBM menjadi hal yang dilematis bagi pemerintah saat ini. Hal tersebut dikarenakan jika tidak dinaikan maka akan berdampak pada defisit anggaran. Namun jika dinaikan maka pemerintahan saat ini akan menjadi tidak populer di mata masyarakat.
Ia menjelaskan seharusnya SBY membuat kesepakatan dengan Jokowi terkait kenaikan BBM yang harus dilakukan. Kesepakatan dapat berupa jumlah kenaikan harga yang harus ditetapkan.
"Idealnya, harus ada sharing kenaikan harga BBM. Jadi kenaikan dapat dilakukan secara bertahap, pemerintahan SBY juga harus ikut bertanggung jawab karena masih menjabat," ujar Supriyadi saat dihubungi Republika Online (ROL), Jumat (29/8).
Menurut Supriyadi, untuk mengantisipasi defisit APBN dan dampak sosial yang dirasakan masyarakat maka pemerintahan SBY dapat menaikan BBM terlebih dahulu sekitar 10 hingga 15 persen. Kenaikan secara bertahap ini dimaksudkan agar lebih mudah diterima masyarakat serta untuk menekan dampak dan kerugian yang dirasakan masyarakat agar tidak terlalu besar.
Lebih lanjut ia mengatakan, untuk pemerintahan Jokowi mendatang kenaikan BBM dapat dilakukan kembali sekitar 10 hingga 20 persen sehingga kedua pemerintahan sama-sama ikut bertanggung jawab atas kebijakan yang diambil serta mampu menekan kerugian masyarakat secara waktu maupun finasial.