REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ekspor batik lebih baik dalam bentuk kain dibandingkan pakaian jadi (baju) karena ukuran yang tidak sama antara konsumen lokal dengan asing.
"Selama ini beberapa ekspor batik dalam bentuk baju justru kurang diminati, berbeda jika pengrajin lokal melakukan ekspor dalam bentuk kain saja," ujar General Manajer Perdagangan, Pelatihan, dan Pusat Informasi Kadin Jateng Gendut Marjoko di Semarang, Senin (25/8).
Menurutnya konsumen asing lebih mempercayakan desainer mereka sendiri karena sesuai dengan selera dan sesuai dengan ukuran tubuh mereka. "Kalau dibandingkan memang desainer luar negeri dengan lokal tentu lebih baik luar negeri, mereka bisa membuat baju terlihat lebih mahal meskipun kain yang digunakan sederhana," katanya.
Marjoko sendiri berharap agar suatu saat ada pengrajin lokal yang bekerja sama dengan desainer asing untuk melakukan ekspor baju batik.
Sementara itu, dirinya yang memiliki beberapa butik batik di Malaysia mengatakan untuk harga produk yang murah atau mahal sejauh ini tidak pernah dipermasalahkan oleh konsumen asing.
"Bagi mereka, batik ini adalah salah satu produk kerajinan jadi mereka sangat menghargainya, harga mahal tidak menjadi persolan asalkan sesuai dengan apa yang diinginkan," jelasnya.
Jika konsumen lokal masih lebih meminati batik dengan bahan pewarna sintetis tidak demikian halnya dengan konsumen asing, mereka justru lebih menyukai batik dengan pewarna alam. "Kalau bagi konsumen lokal selain harga batik dengan pewarna alam yang lebih mahal dibandingkan dengan pewarna biasa juga warna yang dihasilkan terlalu kalem dan terlihat pudar," jelasnya.
Justru warna yang terlihat pudar tersebut bagi sebagian konsumen asing membawa keunikan tersendiri dan yang pasti lebih aman karena pewarnanya tidak mengandung bahan kimia.