Senin 25 Aug 2014 11:55 WIB

RUU Pilkada Dianggap Bertentangan dengan Visi Jokowi

Rep: c75/ Red: Mansyur Faqih
Pilkada (ilustrasi)
Foto: IST
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan RUU Pilkada di DPR diminta dihentikan. Karena materi RUU Pilkada dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi. 

"Pembahasan RUU Pilkada dihentikan. Alasannya, satu, materi dibahas bertentangan dengan prinsip demokrasi," ujar Ketua Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Supriyanto di Jakarta, Senin (25/8).

Ia menuturkan, terdapat beberapa ketentuan dalam RUU Pilkada yang bermasalah. Seperti dana kampanye yang menjadi tanggung jawab partai politik. Padahal seharusnya calon yang bertanggung jawab.

Selain itu, Didik mengatakan, DPR dan dan pemerintah harus konsisten dalam menerjemahkan pemilihan gubernur, bupati, wali kota yang dipilih secara langsung. 

Begitu juga, pemilihan wakil wali kota yang dipilih oleh wali kota terpilih dan berasal dari kalangan PNS. "Ini dikhawatirkan menimbulkan konflik horizontal. Jabatan politik harus dipilih rakyat semuanya," ungkapnya. 

Didik menyampaikan, konflik horizontal itu bisa tidak terjadi di Jawa dan Sumatra. Namun, di Maluku itu berpotensi menjadi konflik. "Pembuat undang-undang tidak punya imajinasi," ungkapnya.

Selain itu, pemilihan wakil bupati dan wakil wali kota yang dipilih oleh bupati dan wali kota terpilih bertentangan dengan visi misi presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Karena ia lebih menghendaki pemilihan gubernur, bupati dan wali kota dilakukan secara langsung.

Ia menambahkan, lebih baik pelaksanaan pilkada 2015 diundur pada 2016. Yaitu dari Juni 2016 sampai April 2019 dengan akhir masa jabatan Agustus 2021. Serta, pilkada gabungan secara nasional dilaksanakan pada 2021. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement