REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang terjadi beberapa hari terakhir dinilai salah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Pasalnya, wakil rakyat itu yang menurunkan kuota BBM bersubsidi dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kl dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBN-P) 2014.
Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, pengurangan kuota tersebut akhirnya berbuntut pada pengurangan pasokan BBM bersubsidi. ''Akhirnya terjadilah kelangkaan,'' kata dia kepada Republika, Senin (25/8) siang.
Beberapa hari terakhir terjadi kelangkaan BBM bersubsidi di beberapa daerah. Semisal, Indramayu dan Cirebon. Menurut Marwan, seharusnya DPR RI ikut bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Selain itu, dia menilai, defisit BBM bersubsidi akibat pengendalian pembelian BBM diskon tersebut tidak efektif dan efisien. Contohnya, RFID tidak jalan, pembelian BBM non tunai tak terealisasi, dan perubahan besar moncong selang SPBU pun tidak terlaksana.
Marwan mengatakan, kebijakan pengendalian BBM bersubsidi hanya setengah hati. Padahal, persentase salah sasaran subsidi BBM mencapai 72 persen.
Dia berpendapat, segera diubah mekanisme subsidi oleh pemerintah, yakni beralih dari subsidi harga menjadi subsidi langsung. Artinya, dari memberikan potongan harga membeli BBM lebih baik memberikan langsung dana kepada masyarakat tidak mampu. Para penerima bisa didaftarkan menjadi nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) lalu pengiriman dana bisa melalui rekening nasabah tersebut.