Kamis 16 Jan 2020 08:00 WIB

Idealnya, Berapa Besaran Beban Transportasi Harian?

Bank Dunia mensyaratkan maksimal 10 persen dari pendapatan untuk transportasi harian.

Integrasi antarmoda transportasi (Ilustrasi). Bank Dunia mensyaratkan maksimal 10 persen dari pendapatan tetap bulanan dibelanjakan untuk transportasi rutin.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Integrasi antarmoda transportasi (Ilustrasi). Bank Dunia mensyaratkan maksimal 10 persen dari pendapatan tetap bulanan dibelanjakan untuk transportasi rutin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah, Djoko Setijowarno menginginkan beban transportasi sehari-hari yang digunakan warga untuk mobilisasi sebaiknya dapat ditekan seminimal mungkin. Angka rata-ratanya diharapkan bisa di bawah 10 persen dari penghasilan warga.

"Hasil penelitian Badan Litbang Perhubungan pada 2013 menyebutkan, pengguna KRL Jabodetabek mengeluarkan 32 persen dari pendapatan tetap bulanan untuk belanja transportasi rutin," kata Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, belum lama ini.

Baca Juga

Djoko mengemukakan, Bank Dunia mensyaratkan maksimal 10 persen dari pendapatan tetap bulanan dibelanjakan untuk transportasi rutin. Bahkan, menurutnya, beberapa kota di dunia yang transportasi umumnya sudah bagus, belanja transportasi masyarakatnya tidak lebih dari 10 persen.

Djoko yang juga menjabat sebagai ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu berpendapat, karena ongkos belanja transportasi tinggi, di Indonesia setiap rapat atau pertemuan ada istilah menyediakan uang transportasi bagi peserta yang hadir. Menurut dia, hal seperti itu tidak pernah terjadi di negara yang layanan transportasi umumnya bagus. Persentase masyarakat yang menggunakan transportasi umum sudah lebih dari 50 persen.

 

Djoko mengapresiasi sekarang sudah terbentuk perusahaan patungan antara PT Kereta Api Indonesia dengan PT MRT Jakarta, yakni PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MIJT). Ia mengingatkan, integrasi adalah satu-satunya cara untuk mencapai standar pelayanan dan operasional maksimal untuk memberikan dampak yang besar dan menyeluruh.

Ketepatan waktu dan kemudahan dalam berpindah (mobilitas) akan selalu menjadi alasan utama pemilihan moda transportasi untuk menunjang mobilitas warga kota. "Tanpa integrasi, jangan harap memiliki kota dengan sistem transportasi yang manusiawi dan efisien bagi penduduknya," ucapnya.

PT Kereta Api Indonesia dan PT MRT Jakarta menyalurkan Rp 80 miliar sebagai modal dasar untuk perusahaan patungan PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek yang baru terbentuk. Modal itu dibagi 49 persen ditanggung oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan 51 persen ditanggung oleh PT MRT Jakarta, menurut Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar di Jakarta, Jumat (10/1).

Pada Jumat (10/1), bertempat di Kantor Kementerian BUMN RI, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, PT MRT Jakarta (Perseroda), dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) menandatangani "Perjanjian Pemegang Saham antara PT MRT Jakarta Perseroda dan PT Kereta Api Indonesia Persero".

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap integrasi antarmoda yang dilakukan PT MRT Jakarta dan PT Kereta Api Indonesia bisa menarik minat masyarakat dalam menggunakan angkutan umum, sehingga penggunaannya kian meningkat. Ia berharap, langkah itu  bisa memudahkan masyarakat untuk menggunakan angkutan umum.

"Saat ini baru 25 persen masyarakat di Jakarta yang menggunakan transportasi umum," kata Menhub.

Pemerintah, menurut Menhub, ingin ke depannya 75 persen masyarakat menggunakan angkutan umum. Berdasarkan informasi dari Pemprov DKI Jakarta, fase awal dari kerja sama ini adalah untuk menata empat stasiun, yaitu Stasiun Tanah Abang, Stasiun Juanda, Stasiun Senen, dan Stasiun Sudirman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement