Senin 24 Jul 2017 10:41 WIB

Alumni IPB Ini Kecewa dengan Pemerintah

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Said Didu
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Said Didu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Alumni IPB 2008-2013 Said Didu kecewa dengan pernyataan pejabat terkait subsidi beras. Belum lama ini pemerintah yakni Kementerian Pertanian menyebut varietas IR64 adalah beras atau gabah penerima subsidi.

"Ini sangat aneh dan memalukan," katanya melalui akun twitter (@saiddidu).

Ia menjelaskan, subsidi petani padi diberikan bukan berdasarkan varietas melainkan berdasarkan luas lahan. Itu artinya petani dibebaskan mau menanam padi jenis apa saja.

Subsidi pupuk sendiri dihitung berdasarkan RDKK kelompok tani yang disahkan secara berjenjang dari Bupati, Gubernur hingga Menteri Pertanian. Dalam RDKK tersebut, yang tercantum adalah nama petani dan luasan lahan tanpa adanya jenis tanaman.

Hal tersebut yang menjadi dasar pabrik pupuk mengalokasikan pupuk subsidi ke masing-masing distributor dan pengecer di berbagai daerah. "Jangan berharap dapat pupuk subsidi jika tdk ada nama anda dalam RDKK," ujar dia.

Sedangkan, guna melindungi konsumen rakyat miskin disiapkan beras subsidi yang dulu diberi nama raskin dan kini pebih dikenal dengan nama beras sejahtera atau rastra. Raskin/rastra inilah yang harga penjualannya diatur.

"Selain Itu, harga beras lainnya berlaku mekanisme pasar," tambahnya.

Beras non subsidi dikenal dengan nama umum beras kualitas premium yang harganya bebas melalui mekanisme pasar, atau tidak diatur oleh pemerintah. Tujuan tidak ada pengaturan harga beras premium adalah agar petani penghasil padi berkualitas dapat menikmati untung dari harga yang mahal.

Untuk diketahui, beras premium merupakan beras kualitas tertentu yang memilik rasa, tekstur, atau kandungan gizi lebih baik dibanding beras biasa.

Terkait beras premium, polisi menyebut PT Indo Beras Unggul (IBU) melakukan pelanggaran karena menjual beras dari petani yang menerima subsidi ke konsumen dengan harga beras premium. Menurut Said, jika harga jual komoditas atau produk yang menerima subsidi diatur, maka polisi juga harus mengawasi harga jual gorengan lantaran menggunakan gas subsidi.

Padahal, subsidi terbagi menjadi dua yakni subsidi input dan output. Subsidi input berupa bantuan pemerintah seperti pupuk bagi petani maupun gas bagi pelaku UMK untuk meningkatkan keuntungan mereka.

"Jika prinsip bahwa harga produk yang inputnya ada subsidi diatur, maka siap-siaplah awasi harga gorengan sampai makanan di hotel. Siap?" katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement