Rabu 27 May 2015 16:10 WIB

Rokok Berpotensi Gagalkan Bonus Demografi Indonesia

Rep: C14/ Red: Indira Rezkisari
Gamal Albinsaid
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Gamal Albinsaid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu dari lima penduduk dunia kecanduan merokok. Dari total 1,35 miliar perokok di seluruh dunia, sekitar 22,5 persen di antaranya merupakan anak muda. Hal itu disampaikan CEO Indonesia Medika dr Gamal Albinsaid. Menurut dia, industri rokok jelas mengancam kelanjutan generasi muda yang sehat dan berdaya ekonomi tinggi.

"Sekitar 78 persen perokok di kita sudah mulai merokok sebelum usianya 19 tahun. Bahkan, sepertiganya mengaku sudah mulai mencoba (rokok) sejak 10 tahun," ujar dr Gamal Albinsaid, Selasa (27/5) di sela-sela acara Youth Forum 2nd Indonesian Conference on Tobacco or Health 2015 di Hotel Kartika Chandra, Jakarta.

Dr Gamal menambahkan, industri rokok menyasar konsumen dari rentang usia anak-anak muda di Indonesia. Karena itu, dia mengapresiasi acara hasil kerja sama dengam Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini.

Sebagai perbandingan, lanjut Gamal, setiap tahunnya pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran Rp 1,1 triliun untuk mengatasi penyakit akibat paparan asap rokok. Bahkan, rumah tangga rata-rata keluarga Indonesia, yang memiliki perokok biasanya sebagai suami/kepala keluarga, cenderung tidak masuk akal dalam mengalokasikan pendapatan per bulannya. Sebab, alokasi untuk pendidikan dan kesehatan masih kalah dibandingkan untuk membeli rokok.

"Menghabiskan 11,5 persen pendapatan per bulannya untuk konsumsi rokok. Sementara, per bulannya mereka hanya menghabiskan 3,2 persen untuk pendidikan dan 2,3 persen untuk kesehatan," ucap dr Gamal Albinsaid.

Kondisi demikian, lanjut Gamal, sangat sering dijumpai justru pada keluarga Indonesia dari kelas menengah ke bawah, bukan kalangan berpenghasilan tinggi. "Padahal, sekitar 50 persen dari total penduduk Indonesia per harinya hanya mendapat 2 dolar AS per hari. Bahkan, 18 persennya hidup dengan (penghasilan) di bawah 1 dolar AS per hari."

Lantaran itu, lanjut dia, perlu peran dan keberpihakan pemerintah terhadap kampanye antirokok. Apalagi, sebut Gamal, menjelang puncak bonus demografi Indonesia pada rentang tahun 2020-2030. Gamal mengatakan, saat ini, jumlah penduduk usia produktif sebanyak kira-kira 180 juta orang, dibandingkan dengan jumlah penduduk usia nonproduktif yakni 85 juta orang.

"Tantangannya, bagaimana agar mereka yang usia produktif, benar-benar produktif. Saya kira, produktivitas itu sangat dekat dengan kesehatan. Jadi, ketika kesehatan itu rendah, produktivitas juga rendah," tutur dia.

Padahal, lanjut Gamal, bonus demografi pasti segera diikuti dengan meningkatnya jumlah penduduk usia nonproduktif. Dengan demikian, apabila kesehatan kaum muda Indonesia kini terganggu akibat rokok, Indonesia berpeluang besar melewati puncak bonus demografi tanpa hasil yang diharapkan.

"Kita tua sebelum menjadi kaya. Artinya, usia tidak produktif menjadi dominan, sehingga memberikan dampak yang negatif," pungkasnya.

Acara Indonesian Conference on Tobacco or Health kali ini dihadiri oleh sekira dua ratus orang peserta dari berbagai kelompok kepemudaan. Acara ditutup dengan dibuatnya surat terbuka oleh para pemuda yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo agar pemerintah segera meratifikasi FCTC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement