REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, keutuhan Koalisi Merah Putih untuk solid akan semakin sulit.
Namun, lanjutnya, perkembangan dari keutuhan koalisi ini dapat dilihat setelah 1 Oktober mendatang. Meski pun ia tetap yakin, soliditas koalisi akan sulit dipertahankan.
Menurutnya, partai koalisi selalu menyatakan akan menjadi pihak oposisi. Hal itu tidak menjadi masalah, jika yang diniatkan sebagai penyeimbang dan pengawas pemerintah.
Namun, Ikrar menilai, koalisi hanya akan bunuh diri politik jika berniat menjatuhkan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Karena koalisi akan dlihat sebagai partai yang tidak menjalankan amar ma'ruf nahi munkar.
Saat konferensi pers usai putusan MK, katanya, perwakilan Demokrat tidak hadir. Karena di internal partai itu terdapat pro dan kontra mengenai keputusan untuk bergabung ke pemerintahan Jokowi-JK atau tetap komitmen dalam koalisi.
Di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pun pembahasan masih menggeliat mengenai bagaimana masa depan partai setelah putusan MK.
Menurut Ikrar, PPP masih melihat kemungkinan terbuka untuk bergabung dalam kabinet Jokowi-JK. Sementara Golkar juga tengah dalam kondisi internal antara pihak yang pro dan kontra terhadap kemungkinan merapat ke pemerintahan. Begitu pun dengan Partai Amanat Nasional.
Menurutnya, Prabowo Subianto terlihat tidak bersedia menerima kekalahan. Hal itu akan berbahaya terhadap citra partai yang tergabung dalam koalisi tersebut.
Sebab, akan menjadi masalah jika orang yang didukung menjadi presiden bersikap tidak mau menerima kekalahan. Apalagi sebelum pemilu, Prabowo pernah menyatakan siap menang dan siap kalah.
"Kelakuan sudah kayak kopral. Sebab jika ia sebagai jenderal yang berkarakter, ia akan menunjukkan sikap menerima dari kekalahan. Karena ini bukan perang, tetapi demokrasi," lanjut Ikrar.