REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta, Ahmad Nasirin, mengakui masih adanya praktek percaloan dalam pengurusan nikah. Meski pemerintah berusaha membebaskan warga miskin dari pungutan biaya pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) namun kecenderungan pengurusan nikah melalui calo sulit dihindari.
Nasirin mengatakan budaya menyerahkan proses pengurusan nikah melalui orang lain atau melalui modin (pengurus masjid) sampai kini masih kuat. ''Di Solo, hal semacam itu dikenal sebagai "monggo borong". Artinya ialah seseorang minta diurusi sampai tuntas melalui modin,'' kata Nasirin di kantornya, Jumat (22/8).
Menurut Nasirin, wWarga masih enggan untuk mengurus nikah sendiri di KUA. Padahal, kata dia, bagi umat muslim yang kesulitan biaya, nikah di KAU sudah dinyatakan gratis alias tidak dipungut biaya. Sayangnya, warga masih memiliki kecenderungan kuat prosesi pernikahan dilakukan di kediaman pada hari libur. "Tentu saja, sesuai dengan aturan yang ada orang yang ingin menikah dikenai biaya Rp600 ribu per peristiwa pernikahan."
"Biaya yang dikeluarkan sebesar itu bakal lebih besar lagi, karena proses pengurusannya melalui orang lain," ia menegaskan.
Bagi jajaran Kementerian Agama di daerah tersebut, lanjut dia, sudah ditegaskan, orang yang melakukan pemungutan atau pun biaya apa pun di luar ketentuan akan dikenai sanksi. ''Karena itu merupakan gratifikasi,'' ujarnya.