REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Centre Of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menilai pemerintahan baru nantinya tidak perlu membuat bank khusus pertanian atau sejenisnya untuk mendorong pembiayaan di sektor tersebut.
"Kita tidak membahas solusinya dulu tapi sumber permasalahan yakni petani dan nelayan memiliki keterbatasan akses terhadap pembiayaan," kata dia di Jakarta Rabu.
Menurut dia pemerintah baru harus menemukan solusinya yakni tunjuk saja BRI sebagai bank UMKM termasuk untuk petani dan nelayan.
"Mustinya harus ada keinginan politik dari pemerintah untuk jadikan BRI karena (BRI) sebagian besar ranah kerjanya di UMKM, tunjuk dia jadi bank untuk UMKM, petani dan nelayan," ujar Hendri.
Menurut Hendri, untuk kepentingan nasional yang lebih besar, pemerintah tidak perlu membangun bank baru karena selain hal tersebut bukan perkara yang mudah, Bank BRI sebagai bank plat merah juga telah memiliki cabang hingga ke pelosok-pelosok desa di Tanah Air.
"Kita punya aset yang besar namanya BRI, maka kenapa sih kita harus berbicara tentang lembaga keuangan baru tapi tunjuk saja BRI ini sebagai salah satu sumber pembiayaan," kata Hendri.
Hendri menuturkan, seandainya pertanian memang menjadi prioritas bagi pemerintahan mendatang, maka juga diperlukan produk-produk keuangan lain bagi petani dan nelayan selain dari pembiayaan, seperti asuransi misalnya.
"Seperti China dan Vietnam, mereka itu fokus kembangkan pertanian 2x5 tahun, itu cara mereka untuk tingkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan, kenapa kita tidak bisa lakukan itu.
Vietnam tadinyaa impor beras, sekarang eksportir beras. Tidak hanya teknologi pertanian, selain dukungan pembiayaan, para petani oleh pemerintah di Vietnam dijamin di APBN mereka 30 persen untuk pembelian produk petani.
Sementara petaninya sendiri mampu melindungi produknya dengan tawaran asuransi dari lembaga keuangan," ujar Hendri.
Hendri menambahkan, pemerintah baru nantinya juga harus mampu merumuskan cara pembangunan UMKM, karena jika tidak maka ekonomi Indonesia akan relatif jalan di tempat. Sektor-sektor yang nantinya akan mendukung UMKM pun juga akan kesulitan.
"Misalnya kita tetapkan dua tahun ini fokus ke pertanian dan perkebunan, maka swasta juga akan mendukung dengan berbagai produk layanan barang jasa akan mengarah ke sektor itu," kata Hendri.
Selain itu, lanjut Hendri, untuk mendukung daya saing UMKM, selain penguatan dan pendampingan terhadap pelaku UMKM, pemerintah juga perlu menciptakan pasar. Pada 2015 sendiri sudah memasuki Masyarakat Ekonomi Asean dimana keluar masuk barang, jasa, maupun tenaga kerja di kawasan Asean sudah tidak dibatasi.
"Kita harus kembalikan struktur ekonomi pada UMKM, demikian juga di Korea dan Taiwan, tapi yang membedakan mereka sudah miliki produktivitas dan daya saing yang tinggi sehingga mereka bahkan sudah bisa lakukan ekspansi ke luar. Kita harapkan juga lembaga pembiayaan bisa mendukung UMKM dengan sebuah perencanaan yang lebih fokus dan terintegrasi," ujar Hendri.