REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kendati menuai kritik banyak kalangan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkeras tidak akan merevisi klausul 'aborsi karena perkosaan' dalam PP No. 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
Pihak Kemenkes meyakini, keberatan sejumlah pihak soal aturan tersebut tak lebih dari kesalahpahaman. Demi meluruskan persepsi masyarakat yang dinilai keliru, pihak Kemenkes mengaku sedang bergegas membahas tiga Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang akan menjadi penjelas dan landasan operasional PP 61/2014.
Berbicara dalam jumpa pers di kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Selasa (19/8), Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menjelaskan, masing-masing Permenkes merupakan turunan dari pasal-pasal penting dalam PP 61/2014.
"Pertama adalah turunan Pasal 36 soal pelatihan dokter yang melakukan aborsi. Kedua, turunan Pasal 45 soal standar fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi, serta turunan pasal 45 mengenai sanksi bagi pihak yang melanggar peraturan aborsi sebagaimana yang diatur," ujar Nafsiah.
Praktik pengecualian aborsi yang diatur dalam PP 61/2014, menurutnya, akan berlaku sangat ketat. "Jadi (PP) ini bukan mendorong seks bebas, justru anak-anak muda akan lebih terdorong untuk menjaga alat-alat reproduksinya," kata dia.
Kepala Bagian Penyusunan Perundang-Undangan Biro Hukum Kemenkes Sundoyo menginformasikan, ketiga permenkes yang dimaksud paling lambat akan diterbitkan pada akhir September tahun ini.