REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai, selama ini proses penunjukan direktur utama Pertamina tak transparan. Sehingga, mafia minyak dan gas (migas) bisa leluasa masuk menyorongkan banyak nama untuk mengamankan kepentingan mereka.
Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi mengatakan, penunjukan dirut baru harus melalui tim atau panitia. Tugasnya, menyusun kriteria yang jelas dari target bisnis Pertamina.
Baru setelah itu dicari orang yang pas. Bisa juga dirut baru dari luar Pertamina.
"Nantinya direktur utama kerja bukan berdasarkan merasa ada balas jasa pada mafia migas tapi kepada publik," ujar Uchok dalam rilis yang diterima Republika, di Jakarta, Selasa (19/8).
Sekarang ini, tutur Uchok, masyarakat tidak tahu pasti apa kesepakatan antara Presiden SBY dan menteri BUMN dengan para calon yang bakal duduk sebagai dirut Pertamina.
"Sekarang publik gak tahu bagaimana harus mengawasi Pertamina dan dengan cara apa. Dengan kementerian BUMN, jaminan apa sih sehingga diangkat presiden?” jelasnya.
Ia mengingatkan, bisnis minyak sudah dipenuhi kepentingan politik. Siapa yang menguasai impor minyak, maka dipastikan akan berkuasa dalam waktu lama.
Untuk menghindari itu, nantinya memang harus dibuat sistem agar dirut Pertamina bisa terlepas dari kepentingan kekuasaan dan tidak diintervensi untuk keuntungan politik.
"Pertamina kan dibentuk untuk membantu masyarakat bukan menopang kekuasaan. Sementara mafia dengan kekuasaan itu simbiosis mutualis. Ini yang terus memengaruhi Pertamina," bebernya.