REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Biofarma menghubungkan para peneliti vaksin nasional dari kementerian, lembaga pendidikan dan industri melalui Forum Riset Vaksin Nasional (FRVN) 2014.
Tahun ini forum yang dilaksanakan pada 19-20 Agustus 2014 ini menjadi agenda ke empat sejak dimulainya pada tahun 2011 lalu. Forum diikuti 165 peneliti yang berisikan lima konsorsium dan tujuh working group.
Bertajuk "Implementasi Hasil Riset Vaksin Dalam Rangka Kemandirian Vaksin Nasional", FRVN siap mengimplemntasikan hasil-hasil riset dari masing-masing konsorsium serta diseminasi aspek regulasi produk dari para peneliti. Agar riset dan pengembangan vaksin di Indonesia dapat terpola dengan jelas dan mempunyai strategi implementasi yang baik.
"Kami targetkan bisa berjalan dalam lima tahun pertama. Dua konsorsium sudah menujukkan tanda produktivitas yang lebih tinggi," ujar Direktur Utama PT Biofarma, Iskandar disela FRVN 2014 di Jakarta, Selasa (19/8).
Dua dari lima konsorsium yang siap memenuhi kebutuhan industri adalah Hepatitis B dan Eritropoetin (EPO). Sementara tiga konsorsium lainnya adalah New-TB, Dengue dan Vaksin HIV. Adapun tujuh working group tersebut adalah Influenza, Malaria, Rotavirus, Stem Cell, Pneumococcus and Delivery System, Human Papiloma Virum (HPV) dan Kebijakan (Policy).
"Kami berharap penelitian-penelitian yang saat ini sedang dikembangkan oleh working group dan konsorsium sudah mulai mengarah kepada apa yang dibutuhkan industri, terutama dari sisi pemenuhan persyaratan regulasi (CPOB) dan WHO-TRS-nya dan kebutuhan pemenuhan pasar vaksin baru," tambah Iskandar.
Kemandirian vaksin diungkapkan Direktur Jenderal Bina Farmasi Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang menjadi satu hal yang penting. Agar Indonesia tidak selalu bergantung pada negara lain."Keberlangsungan riset itu penting untuk inovasi dan menghasilkan pengembangan produk kesehatan," imbuh Linda.
Ke depan pemerintah, ungkap Linda, menargetkan produksi vaksin berasal dari 70 persen biologic national dan 30 persen clinical national product. adv