REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) tentang penerapan pengendalian gratifikasi.
Ketua KPK, Abraham Samad menganggap penting kerja sama ini karena masih banyak yang belum mengetahui tentang gratifikasi.
"Jangankan masyarakat awam, banyak anggota kepolisian pun yang belum paham tentang gratifikasi secara utuh," kata Abraham, Selasa (19/8).
Dengan adanya MoU itu, diharapkan anggota polisi paham dan membuat langkah untuk mengatasi kasus yang tergolong dalam gratifikasi.
Menurut Samad, jika gratifikasi tidak dilaporkan dalam 30 hari, maka sudah masuk dalam tindak pidana. "Baik penerima atau pemberinya bisa dipidanakan," kata dia.
Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan, adanya MoU itu akan membuat anggota Polri bisa menolak pemberian dalam bentuk apa pun.
Sutarman melanjutkan, gratifikasi tidak memiliki batasan. Tapi, jika ada yang menerima, diharapkan langsung melapor. Sutarman pun mengakui adanya gratifikasi yang diperbolehkan.
"Ada gratifikasi yang diperbolehkan kalau disediakan makan, ya itu diperbolehkan. Kalau mengundang ke pernikahan memberikan sesuatu sebagai budaya bangsa itu harus dilaporkan. Kalau nominalnya di atas Rp 1 juta disita, negara kalau di bawah Rp 1 juta akan dikembalikan ke pemberi," kata dia.