Sabtu 16 Aug 2014 23:24 WIB

Larangan Ekspor Rotan Diminta Ditinjau Kembali

Pekerja menyelesaikan pembuatan mebel rotan tahap akhir di salah satu pusat usaha penjualan mebel rotan di Jakarta, Senin (11/8).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menyelesaikan pembuatan mebel rotan tahap akhir di salah satu pusat usaha penjualan mebel rotan di Jakarta, Senin (11/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Supian Hadi meminta Pemerintah Pusat untuk meninjau kembali larangan ekspor rotan dalam bentuk mentah dan setengah jadi.

"Tujuan larangan ekspor rotan itu sebenarnya baik, namun karena tidak didukung dengan infrastruktur sehingga kebijakan tersebut berdampak pada petani dan pelaku usaha rotan," kata bupati di Sampit, Sabtu.

Supian Hadi berharap pemerintah pusat dapat segera mencarikan solusi agar penderitaan masyarakat segera teratasi dengan kembali pulihnya bisnis di sektor rotan.

Pemerintah Kabupaten Kotim sudah berusaha membantu masyarakat petani dan pelaku usaha rotan dengan berbagai cara, mulai dari memberi pelatihan keterampilan hingga bantuan peralatan. Dengan harapan bisa mengangkat mereka dari keterpurukan yang berkepanjangan.

"Upaya yang kami lakukan itu setidaknya bisa membantu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat yang bertahan di sektor rotan," ungkapnya.

Sementara pelaku usaha rotan Kabupaten Kotawaringin Timur, Dahlan Ismail mengatakan, sejak pemberlakukan kebijakan pemerintah pusat petani rotan di daerahnya mulai banyak yang putus asa karena kondisi mereka semakin terpuruk lantaran harga rotan tidak juga kunjung membaik.

"Di kawasan hulu sudah banyak petani rotan yang membabat rotan mereka dan menggantinya dengan tanaman kelapa sawit karena mereka berkeyakinan harga jual rotan tidak akan membaik," terangnya.

Dahlan mengungkapkan, jika kondisinya tidak kunjung membaik dikhawatirkan kebun rotan di Kabupaten Kotim akan terus berkurang karena berubah fungsi.

Menurut Dahlan, harga rotan di Kotim anjlok setelah pemerintah pusat memberlakukan larangan ekspor rotan mulai akhir 2011 lalu. Sejak saat itu, petani dan pekerja di sektor rotan menjadi sengsara karena kehilangan penghasilan.

Permintaan rotan untuk industri dalam negeri hanya mampu menyerap sekitar 10 persen dari produksi rotan di Kalteng. Sisanya, ribuan ton rotan menumpuk bahkan ada yang membusuk karena tidak ada pembeli.

"Saat ini harga rotan mentah Rp 2.000 per kilogram, padahal dulu normalnya Rp 3.300 per kilogram. Untuk rotan kering saat ini harganya Rp 10.000 per kilogram, sebelumnya bisa mencapai Rp 18.000 per kilogram," katanya.

Dahlan menyayangkan pemerintah pusat membuat kebijakan melarang ekspor rotan mentah, tapi tidak menyiapkan solusi. Kebijakan tersebut hanya membuat penderitaan masyarakat karena kehilangan penghasilan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement