Sabtu 16 Aug 2014 18:02 WIB

PP Aborsi Dianggap tak Rugikan Masyarakat

Rep: c75/ Red: Mansyur Faqih
Pro kontra PP Aborsi
Pro kontra PP Aborsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi menuai kritik berbagai kalangan. Terutama pasal yang menyebutkan tindakan aborsi bisa dilakukan untuk tindak perkosaan yang menimbulkan trauma psikologis. 

Pengamat kriminologi Universitas Padjajaran, Yesmil Anwar mengatakan, PP itu tidak memiliki proses yang bisa merugikan masyarakat. Meski pun potensi penyelewengan dalam pelaksanaan PP itu harus dilakukan kontrol. 

"Di semua undang-undang bisa terjadi penyelewangan. Itu ada kontrol, ada rumah sakit, proses dari satu penanganan medikal," ujar Yesmil kepada Republika, Sabtu (16/8).

Ia menuturkan, penyelewengan itu harus dipersempit melalui pendekatan mitigasi. Caranya dengan melakukan pencegahan sebelum terjadi, melakukan tindakan saat terjadi dan sesudah terjadi dengan melakukan rehabilitasi. 

Menurutnya, keberadaan PP itu bukan suatu hal yang baru. Karena, PP tersebut merupakan aturan pelaksana UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. 

Dalam pasal 75 UU Nomor 36/2009 dijelaskan larangan aborsi kecuali jika mengancam nyawa sang ibu. Kedua, karena perkosaan yang menimbulkan trauma psikologis. 

"Aturan rincinya dibuat dalam PP. Ini penting kita katakan. Ada proses politisasi dalam undang-undang. Ini bukan persoalan hukum tapi persoalan kesehatan," ungkapnya. 

Yesmil mengatakan keberadaan PP ini justru menguntungkan karena lebih melindungi. "Justru kalau ini dicegah, maka (ibu) akan kembali ke dukun. Kembali ke orang yang tidak tahu hukum. Jadi dengan cara sembarangan proses aborsi, ibu meninggal dunia," katanya. 

Menurutnya, tujuan utama PP itu adalah untuk menyehatkan ibu dan anak. "Kalau kita mengutak-atik ini, kita mundur, bukan maju. Kalau mau kenapa tidak mempersoalkan lima tahun yang lalu," ungkapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement