Jumat 15 Aug 2014 18:27 WIB

'Aborsi Akibat Perkosaan di Luar Wewenang Dokter'

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
Aborsi(ilustrasi)
Aborsi(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 61/2014 tentang kesehatan reproduksi salah satunya isinya pemerintah melegalkan aborsi dengan syarat, satu pertimbangan medis bagi ibu dan bayi, kedua kehamilan akibat perkosaan.

Wakil Sekjen III Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prasetyo Widhi mengatakan, meskipun dalam peraturan pemerintah tersebut aborsi dilegalkan dengan syarat kehamilan sebelum 40 hari diperbolehkan untuk diaborsi, IDI tidak akan menggunakan pasal tersebut.

Kehamilan akibat perkosaan itu sudah masuk ranah hukum dan itu di luar wewenang dokter. Kalau misalnya ibu hamil mengalami depresi berat karena diperkosa, namun kehamilannya tidak membahayakan ibu dan janinnya itu, ujar Prasetyo, IDI tidak mengizinkan dokter melakukan aborsi.

"Jika melakukan aborsi akibat perkosaan, kami takut dianggap melangga hukum dan HAM walau usia kehamilan di bawah 40 hari belum menjadi janin," ujarnya di Jakarta, Jumat, (15/8).

Terkait peraturan pemerintah soal aborsi akibat perkosaan tidak bisa dilaksanakan, Prasetyo mengatakan, IDI hanya ingin dokter bekerja sesuai dengan hati nurani tanpa beban. "Kami hanya bicara mengenai kompetensi dan kewengan yang ada di medis, kalaupun aborsi dilakukan hanya karena itu membahayakan kesehatan ibu dan janin, tidak ada alasan lain termasuk perkosaan," katanya.

IDI, ujar Prasetyo, tidak akan masuk pasal soal aborsi akibat perkosaan. "Itu di luar kompetensi kami," ujarnya.

Pihaknya, kata Prasetyo, berharap semua dokter IDI mematuhi peraturan IDI soal ini. "Kalau ada yang tidak mematuhi bisa dikenakan teguran atau sanksi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement