REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Timur Tengah Hasibullah Satrawi berharap aparat kepolisian tidak asal menangkap aktivis dan simpatisan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) selama tidak melakukan pelanggaran hukum sebelumnya.
"Penangkapan terhadap aktivis ISIS tidak boleh represif. Kalau itu dilakukan, justru menjadi kemunduran bagi kebebasan dan demokrasi kita," kata Hasibullah Satrawi di Jakarta, Jumat.
Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) itu mengatakan penangkapan terhadap aktivis ISIS harus ditujukan kepada mereka yang sudah terbukti melanggar hukum atau terlibat aksi teror sebelumnya.
Menurut Hasib, gerakan ISIS di Indonesia hanyalah "organisasi biasa". Bila gerakan ISIS dinilai anti-NKRI sehingga aktivisnya ditangkap, maka seharusnya sasaran polisi tidak hanya mereka.
"Hukum berkeadilan jangan diskriminatif. ISIS itu baru seumur jagung. Sebelumnya di Indonesia sudah ada kelompok yang jelas-jelas anti-NKRI dan mengusung kekhalifahan. Seharusnya mereka itu yang lebih dulu ditangkap," tutur alumnus Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu.
Hasib mengatakan negara seharusnya lebih mengayomi rakyatnya. Kelompok-kelompok anti-NKRI itu ibarat anak-anak nakal yang seharusnya dibina untuk mempertajam visi kebangsaan atau pemahaman keagamaannya.
"Jangan membuat orang yang bersalah semakin salah. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak muda yang masih berusia produktif dan belum matang. Kalau tidak hati-hati menangani mereka, kita akan merugi dari sisi kebangsaan," katanya.
Menurut Hasib, pemerintah harus melakukan segala upaya untuk menjangkau anak-anak muda demi kepentingan negara. Pembinaan yang baik akan mencegah mereka masuk terlalu dalam ke dalam kelompok anti-NKRI.
"Jangan mereka dihakimi sebagai teroris. Secara mental mereka juga tidak siap. Lebih baik rangkul dan bina mereka," ujarnya.