Rabu 13 Aug 2014 17:26 WIB

Tentang PP Aborsi, Menkes: Tak Perlu Dikontroversikan

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Mansyur Faqih
Nafsiah Mboi
Foto: antara
Nafsiah Mboi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, PP Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi disusun oleh tim lintas sektoral. Antara lain, berasal dari kementerian/lembaga, tokoh agama hingga ahli hukum.

Menurut Nafsiah, PP turunan UU 36/2009 tentang Kesehatan itu disusun dalam kurun waktu lima tahun sejak diundangkan. "Baru keluar 2014, jadi dibahas secara mendalam," ujarnya, Rabu (13/8).

PP 61/2014 menuai kontroversi lantaran diperbolehkannya aborsi bagi korban pemerkosaan. Ini tertuang dalam pasal 31 ayat 2 yang menyebut tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan bila kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.  

Kehamilan semacam ini terjadi akibat hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.  

Itu dibuktikan dengan usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter serta keterangan penyidik, psikolog, atau ahli lain mengenai dugaan adanya perkosaan.  

"Jadi, memang ada persyaratan-persyaratannya, bukan sembarangan dan ini amanah undang-undang. Tidak perlu dikontroversikan," kata Nafsiah.  

Sebab, katanya, dalam penentuan perempuan yang hamil akibat perkosaan, tentu dibutuhkan pemeriksaan oleh tim ahli lintas sektoral yang mumpuni dalam melakukan konseling.  

"Mereka yang katakan ini perkosaan. Jadi, enggak sembarang (aborsi)," kata Nafsiah. 

Terkait penolakan Ikatan Dokter Indonesia, Nafsiah menjawab diplomatis. "Mungkin mereka tidak baca. Karena PP adalah amanah undang-undang, dua-duanya mengatakan aborsi dilarang. Kecuali untuk kondisi itu."

Pada masa lalu, ujar dia, bisa saja seorang perempuan, diperkosa, lalu hamil. Tapi apakah dia harus terpaksa seumur hidup menanggung biaya anak yang merupakan akibat perkosaan.  

"Apakah anak ini akan menderita seumur hidup karena dia diperlakukan tidak benar baik oleh masyarakat sebagai anak haram atau anak korban perkosaan? Jadi ini harus dipertimbangkan," kata Nafsiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement