REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Dinas Kesehatan Provinsi Bali menyiagakan dokter, perawat, dan ambulans selama 24 jam di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai untuk mengantisipasi masuknya penyebaran virus Ebola yang kemungkinan dibawa oleh para penumpang pesawat.
"Sistemnya, setiap kedatangan dari daerah-daerah yang terpapar oleh kasus Ebola, mereka di-scanner, kemudian kalau ada kecurigaan langsung diperiksa lengkap oleh dokter. Kalau suspect atau terduga Ebola, barulah akan diisolasi dan ruangannya sudah disiapkan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya, di Denpasar, Senin (11/8).
Menurut dia, sistem kesiapsiagaan seperti itu tidak hanya untuk kasus virus Ebola yang kini mewabah di Afrika. Tetapi sudah berjalan sejak dulu, termasuk ketika merebaknya wabah flu burung, SARS, dan MERS-CoV.
Memang sejauh ini, tambah dia, di Pulau Bali khususnya dan Indonesia umumnya belum ditemukan orang yang suspect maupun terjangkit virus Ebola.
"Dari Kementerian Kesehatan pun sudah meminta kami untuk meningkatkan kewaspadaan karena sekarang kasus Ebola tidak hanya di Afrika, tetapi sudah muncul di Arab. Oleh karena itu, diperlukan pula peningkatan kewaspadaan terhadap jemaah haji dan jemaah umrah," ucap Suarjaya.
Pihaknya juga sudah memberikan informasi terkait dengan hal itu, disamping tetap mengaktifkan petugas surveilans di lapangan pada semua pintu masuk Bali, pelabuhan-pelabuhan dan tidak sebatas di bandara.
"Tidak semua orang yang masuk Bandara Ngurah Rai discanner, namun bagi kedatangan yang terjadi potensi Ebolanya saja," katanya.
Suarjaya mengatakan alat scanner yang terpasang di Bandara Ngurah Rai dapat mendeteksi suhu tubuh orang terduga mengidap virus tertentu karena memang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.
"Setelah suhu tubuh terdeteksi, selanjutnya diperiksa dan ada tim pemeriksanya lengkap untuk mendiagnosis mengarah pada gejala mana. Kalau mengarah pada suspect, barulah dievakuasi ke RSUP Sanglah, Denpasar," ucapnya.