REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap bayi berhak untuk hidup karena suci dan terbebas dari dosa. Bayi juga tidak memahami akan aksi perkosaan yang mungkin dialami ibu yang mengandungnya.
"Jadi saya kira akan berdosa jika tiba-tiba digugurkan," imbuh Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Kesehatan Nahdhatul Ulama, Anggia Ermarini, saat dihubungi, Ahad (10/8).
Menurutnya, penyebab kehamilan tidak menjadi alasan utama dilakukannya aborsi. Terlebih lagi bila kehamilan itu normal.
Menurutnya, apresiasi terhadap eksistensi individu harus lebih diutamakan. Berbeda kalau kehamilan mengancam kelangsungan hidup si ibu. "Dalam hal ini aborsi mungkin bisa menjadi pilihan," imbuhnya.
Namun, jika kehamilan bisa diteruskan dan tak mengganggu kesehatan si ibu, maka aborsi sebaiknya tidak menjadi pilihan.
Karenanya, ia pun menilai peraturan pemerintah yang mengatur kesehatan reproduksi tidak didasarkan argumentasi yang kuat. Tak heran jika kemudian sejumlah pihak menolak. "Di sini ada penghilangan hidup," imbuhnya.
Ia menilai, persoalan itu tidak bisa diremehkan. Karenanya, dibutuhkan kajian serius dan mendalam. Terutama dari berbagai tradisi keilmuan.
Pertama dalam tinjauan medis. Kemudian tradisi keagamaan. "Islam memiliki pandangan tersendiri berdasarkan ijtihad ulama,” imbuhnya.
Kajian Fiqih menurutnya dapat menjadi alternatif memandang aborsi ini. Karenanya, ia berharap jangan sekadar ilmu kedokteran yang menjadi dasar.